Meskipun Genghis Khan adalah seseorang yang gemar menggunakan kekerasan, ia melarang rakyatnya melakukan kekerasan. “Yassa melarang orang-orang mongol untuk bertengkar.
Menggunakan nama Genghis Khan juga tidak boleh sembarangan. Tidak boleh ada seseorang yang menamakan dirinya dengan nama tersebut.
Bahkan, apabila seseorang hendak menuliskan namanya dan nama anak-anaknya, “hanya boleh ditulis dengan huruf emas, jika tidak, tidak usah ditulis sama sekali.”
Kendati sejak kecil ia hidup di antara dukun-dukun (shaman) Gurun Gobi yang terkenal kasar dan jahat, tetapi kitab undang-undangnya lunak terhadap soal-soal keagamaan.
Lamb menjelaskan, “pemimpin-pemimpin keagamaan, penyembah-penyembah berhala, dan para penyebar agama, dibebaskan dari pungutan pajak.”
Selain pencuri dan pezina, seperti yang disampaikan di atas, beberapa tindakan lain juga akan mendapatkan hukuman mati. Hal ini termaktub dalam kitab Yassa: “Mata-mata, saksi-saksi dusta, para penyihir jahat, dan kaum sodom harus dihukum mati.”
Pada tahun-tahun terakhir Genghis Khan, orang-orang dituntut untuk patuh secara mutlak. Salah satu bukti ketaatan terhadap perintahnya dapat kita lihat pada suatu kisah, seperti yang disampaikan oleh Lamb.
“Seorang panglima divisi yang ditempatkan 1.500 kilometer dari tempat kediaman Genghis Khan menjalankan dengan taat perintahnya untuk menyerahkan pemimpin dan menjalani hukuman mati,” terang Lamb, “padahal perintahnya ini disampaikan oleh seorang kurir rendahan.”
Ketaatan orang-orang kepada Genghis Khan juga disampaikan oleh Padri Carpini, seorang pengembara ulung dan duta besar Gereja Katolik, kelahiran Italia.
“Orang-orang ini sangat mematuhi pemimpin-pemimpinnya, lebih dari bangsa-bangsa lain,” demikian tulis Padri Carpini yang pemberani itu.
Menurut Carpini, orang-orang juga sangat jarang bertengkar hingga memakan korban, “ini hampir tidak pernah terjadi.”
Baca Juga: Siapakah Genghis Khan, Penakluk dan Pendiri Kekaisaran Mongol?