Membuka Yassa: Kitab Undang-Undang Genghis Khan yang Menakjubkan

By Tri Wahyu Prasetyo, Sabtu, 8 April 2023 | 12:00 WIB
Lukisan yang menunjukkan luasnya kerajaan Mongol di bawah Jenghis Khan dikelilingi oleh penggambaran pasukan kavaleri Mongol, mata panah, dan pemandangan dari lapangan. (William H. Bond/ National Geographic)

Nationalgeographic.co.id - Pada tahun 1206, para khan menggelar sidang untuk mengangkat Temujin sebagai pemimpin baru mereka. Inilah awal Genghis Khan menjadi pemimpin yang kemudian menciptakan Yassa sebagai kitab paling dihormati orang-orang Mongol.

“Karena semangat mereka yang berkobar-kobar, mereka percaya bahwa Temujin yang kini bernama Genghis Khan adalah seorang Bogdo,” tulis Harold Lamb, dalam bukunya Genghis Khan: The Empror of Alll Men, terbitan tahun 1928.

Bogdo merupakan seseorang yang dikirim dewa-dewa ke dunia, serta dianugerahi kejayaan yang dimiliki para dewa.

Semasa pemerintahannya, Genghis Khan memperkenalkan yassa kepada masyarakat mongol, sebagai kitab yang harus dipatuhi.

Yassa merupakan kitab undang-undang yang memuat kombinasi dari kehendaknya sendiri dan bagian-bagian terpenting dari adat istiadat suku-suku itu, untuk memerintahkan rakyatnya,” jelas Lamb

Lamb juga menjelaskan, bahwa Genghis Khan sangat membenci pencurian dan perzinaan. Mereka yang didapati melakukan tindakan tersebut akan dihukum mati.

Genghis Khan juga membenci kepada seorang anak yang tidak patuh terhadap orang tuanya. Termasuk juga seorang adik yang membangkang terhadap kakaknya.

“Ia tidak suka pula mendengar seorang suami yang tidak mendengar istrinya, begitu juga sebaliknya. Lelaki kaya yang tidak memberikan sedekah kepada janda miskin, juga dibencinya.”

Perihal minuman keras juga mendapatkan sorotan. Menurutnya, minum-minuman keras adalah suatu cacat bagi bangsa mongol.

Genghis Khan berpendapat, “orang yang mabuk ibarat orang yang dipukul kepalanya; kebijakan dan kecakapannya tidak berguna. Orang boleh mabuk tiga kali sebulan, tetapi lebih baik jika ia tidak pernah mabuk sama sekali. Akan tetapi siapa yang tahan [bila] tidak minum sama sekali?”

Fakta menarik, yassa juga melarang orang-orang mandi atau menyentuh air sama sekali ketika badai berlangsung. Bangsa Mongol memiliki ketakutan kepada guntur.

“Ketika badai dahsyat melanda Gurun Gobi, mereka begitu ketakutan sehingga mencebur ke dalam danau dan sungai agar selamat lolos dari amarah Dewa,” ungkap Lamb.

Meskipun Genghis Khan adalah seseorang yang gemar menggunakan kekerasan, ia melarang rakyatnya melakukan kekerasan. “Yassa melarang orang-orang mongol untuk bertengkar.

Menggunakan nama Genghis Khan juga tidak boleh sembarangan. Tidak boleh ada seseorang yang menamakan dirinya dengan nama tersebut.

Bahkan, apabila seseorang hendak menuliskan namanya dan nama anak-anaknya, “hanya boleh ditulis dengan huruf emas, jika tidak, tidak usah ditulis sama sekali.” 

Kendati sejak kecil ia hidup di antara dukun-dukun (shaman) Gurun Gobi yang terkenal kasar dan jahat, tetapi kitab undang-undangnya lunak terhadap soal-soal keagamaan.

Lamb menjelaskan, “pemimpin-pemimpin keagamaan, penyembah-penyembah berhala, dan para penyebar agama, dibebaskan dari pungutan pajak.”

Selain pencuri dan pezina, seperti yang disampaikan di atas, beberapa tindakan lain juga akan mendapatkan hukuman mati. Hal ini termaktub dalam kitab Yassa: “Mata-mata, saksi-saksi dusta, para penyihir jahat, dan kaum sodom harus dihukum mati.”

Pada tahun-tahun terakhir Genghis Khan, orang-orang dituntut untuk patuh secara mutlak. Salah satu bukti ketaatan terhadap perintahnya dapat kita lihat pada suatu kisah, seperti yang disampaikan oleh Lamb.

“Seorang panglima divisi yang ditempatkan 1.500 kilometer dari tempat kediaman Genghis Khan menjalankan dengan taat perintahnya untuk menyerahkan pemimpin dan menjalani hukuman mati,” terang Lamb, “padahal perintahnya ini disampaikan oleh seorang kurir rendahan.”

Ketaatan orang-orang kepada Genghis Khan juga disampaikan oleh Padri Carpini, seorang pengembara ulung dan duta besar Gereja Katolik, kelahiran Italia.

“Orang-orang ini sangat mematuhi pemimpin-pemimpinnya, lebih dari bangsa-bangsa lain,” demikian tulis Padri Carpini yang pemberani itu.

Menurut Carpini, orang-orang juga sangat jarang bertengkar hingga memakan korban, “ini hampir tidak pernah terjadi.”

Baca Juga: Siapakah Genghis Khan, Penakluk dan Pendiri Kekaisaran Mongol?

Baca Juga: Dianggap Titisan Dewa, Genghis Khan Punya Misi Surga untuk Mendominasi

Baca Juga: Jutaan Pria di Dunia Miliki Kemiripan DNA dengan Genghis Khan

“Pencurian dan perampokan pun tidak pernah terjadi, sehingga rumah-rumah dan gerobak-gerobak, tempat mereka menyimpan harta benda, tidak pernah dikunci ataupun dipalang,” terangnya.

Tidak hanya masyarakat sipil, Kitab yassa juga telah mengatur para pasukan militernya. Setiap prajurit dilarang keras untuk meninggalkan atau mengkhianati rekan-rekannya. Membiarkan seorang rekan yang terluka pun dilarang.

Prajurit juga dilarang melarikan diri sebelum panji-panji mereka dipindahkan. Juga, tidak diperbolehkan merampas sebelum ada perintah dari panglima yang memimpin kesatuan.

Padri Carpini yang bermata tajam, menceritakan bahwa Genghis Khan mengawasi dengan sungguh-sungguh pengamalan isi yassa. Ia menggambarkan orang-orang Mongol sebagai bangsa yang “tidak pernah meninggalkan medan perang selama panji panglima mereka masih tegak, juga tidak pernah ampun jika tertawan.”

Yassa telah menjadi kitab yang paling dipatuhi dan juga dihormati oleh para penduduk Mongol. Boleh jadi, Genghis Khan membuat aturan-aturan ini berdasarkan menarik pelajaran dari tradisi nenek moyangnya dan adat istiadat yang masih berlaku di antara suku-sukunya.

“Kitab Yassa mengatur dan meneguhkan adat istiadat itu serta kewibawaannya yang tak kenal ampun mengikat semua pengikutnya,” pungkas Lamb