Elegi Nasib Badak Jawa Ujung Kulon yang Kini di Ujung Tanduk

By Afkar Aristoteles Mukhaer, Kamis, 13 April 2023 | 07:00 WIB
Badak jawa di Taman Nasional Ujung Kulon mendapatkan ancaman dari perburuan. Populasinya di ujung tanduk karena sistem pengelolaan konservasi yang dinilai salah arah. (Lutfi Fauziah)

Penurunan populasi juga ditambah dengan tren kematian badak jawa dari tahun 2012 sampai 2021. "Setidaknya ada 11 individu badak jawa yang ditemukan mati, dan banyak kematian betina dan anakan," kata Riszki.

"Itu juga semestinya menjadi sinyal bahaya bagi populasi badak jawa di Taman Nasional Ujung Kulon, karena tentunya betina dan anakan itu adalah yang menjadi andalan untuk memperbanyak individu-individu baru yang ada di Taman Nasional Ujung Kulon."

Sebagian dari kematian badak jawa sepanjang 2012—2021 tidak dilaporkan secara publik, Riszki menjelaskan. Dia mendapati, empat kematian badak di tahun 2015, 2020, dan 2021, ternyata informasinya tidak ada sama sekali, baik secara publik, maupun oleh publikasi KLHK.

Baca Juga: Dunia Hewan: Separuh dari Badak Afrika Berada di Tangan Swasta

Baca Juga: Melawan Kebobrokan, Seekor Badak Berhasil Memenangi Pemilu 1959

Baca Juga: Harapan Badak Sumatra Malaysia: Sel Puncanya Bisa Mengembalikan Mereka

Baca Juga: Angin Segar untuk Konservasi Badak Sumatra: Seekor Bayi Telah Lahir!

"Ujung Kulon, atau paling tidak dalam beberapa tahun terakhir ternyata sedang salah arah," kata Timer. Pengelolaan TNUK punya banyak masalah, terutama dalam fokus konservasi badak jawa.

Masalah yang disorot Timer adalah anggaran yang salah arah. Pada akhirnya, kegiatan teknis untuk konservasi membuat TNUK harus bergantung pada NGO atau donor. "Jadi, anggaran negara sebenarnya sedang menguap, karena dipakai untuk hal-hal yang bukan prioritas konservasi badak ini," lanjutnya.

Kemudian pada sistem kerja, para staf di TNUK mendapati ketidakjelasan jenjang karier. Pemahaman konservasi juga minim, karena tidak adanya penempatan bagi para staf yang jelas, dan para pakar yang semestinya dapat bekerja sebagai bagian taman nasional.

"Ini yang membuat kemudian sering ketegangan karena Ujung Kulon punya kewenangan, tetapi tidak punya pengetahuan, sehingga kemudian seringkali merasa terganggu—risih ketika mitra-mitranya kemudian menampilkan data yang tidak disenanginya," tutur Timer.