Tawarkan Solusi Limbah Plastik, Berjaya di Kompetisi Mahasiswa Asia

By Utomo Priyambodo, Senin, 17 April 2023 | 14:00 WIB
Plastik biodegradable diharapkan dapat mengatasi pencemaran lingkungan oleh sampah plastik. (Africa Press Arabic)

Nationalgeographic.co.id—Tim mahasiswa Sekolah Bisnis dan Manajemen (SBM) Institut Teknologi Bandung (ITB) mengukir prestasi membanggakan di kancah internasional. Mereka berhasil meraih emas (gold medal) dalam ajang kompetisi bisnis bergengsi Asian Student’s Venture Forum 2023.

Asian Student's Venture Forum 2023 adalah kompetisi bisnis yang diadakan oleh The Korea Economic Daily di Korea Selatan pada 29 Maret hingga 1 April 2023.

Kompetisi ini diikuti oleh belasan tim dari universitas ternama di Asia yang berasal dari berbagai negara seperti Korea, Indonesia, Vietnam, Taiwan, Brunei, dan Israel.

Tim ITB yang mewakili Indonesia tersebut beranggotakan Putri Dzakiyah Suharyono, Wildan Zaki Muhammad, Gerald Bimo Sastiono, Calista Rachel Nathania, dan Nabila Inas Nailatillah.

Dalam kompetisi ini, mereka berhasil menciptakan inovasi yang diberi nama Nussava, yaitu edible film dari bahan dasar singkong sebagai alternatif kemasan plastik yang lebih ramah lingkungan.

Putri Dzakiyah Suharyono, salah seorang anggota tim, menyampaikan bahwa tahapan awal kompetisi ini adalah seleksi ringkasan gagasan bisnis dari setiap tim.

Setelah melalui proses screening, hanya dua tim dari setiap negara yang terpilih untuk mewakili negaranya. Dari Indonesia, terpilih tim dari ITB dan tim dari Universitas Indonesia (UI).

Dari seleksi-seleksi yang dilakukan, kemudian hanya 14 tim dari berbagai negara yang berhasil lolos ke tahap final.

Putri menjelaskan bahwa ide yang dikembangkan timnya adalah edible film (selaput tipis yang bisa dimakan) berbahan dasar singkong untuk mengganti plastik.

Solusi ini mereka buat dan tawarkan sebagai respons terhadap masalah global akibat penumpukan sampah plastik yang sulit terurai dan berbahaya bagi lingkungan.

Tak hanya itu, mereka mengklaim, produk ini juga turut memberikan manfaat kesehatan kepada konsumen. Sebab, bahan yang digunakan ini mengandung vitamin yang baik untuk dikonsumsi tubuh.

Putri berharap, produk tersebut dapat membantu mengurangi angka konsumsi plastik dan memberikan solusi yang lebih ramah lingkungan.

Tim SBM ITB ini berhasil meraih emas dalam kompetisi bisnis bergengsi Asian Student’s Venture Forum 2023. Mereka menawarkan solusi untuk permasalahan limbah plastik. (Dok Pribadi Tim ITB)

“Alasan kami menggunakan singkong sebagai salah satu bahan baku adalah karena Indonesia merupakan penghasil singkong yang cukup besar dan telah diolah menjadi berbagai produk yang digunakan di seluruh dunia,” imbuh Wildan Zaki Muhammad, anggota lainnya dari tim ini, seperti dikutip dari laman ITB.

Gerald Bimo Sastiono, anggota lainnya, juga turut menambahkan bahwa alasan lainnya memilih bahan baku singkong adalah penurunan permintaan terhadap produk singkong tradisional telah menyebabkan produsen dan penjual singkong mengalami kerugian finansial dan kehilangan pekerjaan.

Dengan menciptakan produk seperti Nussava, diharapkan dapat membuka lapangan kerja baru dan membantu mengatasi masalah ini dengan menciptakan rantai pasokan serta lini produksi yang berkelanjutan.

Prestasi ini bukanlah yang pertama bagi mahasiswa ITB. Dalam ajang Asian Student's Venture Forum 2022, tim mahasiswa SBM ITB juga sempat membawa pulang perunggu untuk Indonesia dengan inovasi sarang lebah buatan.

Peningkatan prestasi ini tentunya mengharumkan nama ITB dan Indonesia di kancah internasional. Namun, yang lebih penting, tawaran solusi ini semoga bisa dikembangkan dan diaplikasikan sehingga bisa membantu mengatasi permasalahan sampah plastik di Indonesia.

Masalah sampah plastik di Indonesia tidak bisa lagi dianggap enteng. Pada 2015, penelitian Jenna Jambeck dari University of Georgia menyebut Indonesia merupakan kontributor sampah plastik terbanyak kedua ke laut dunia setelah Tiongkok.

Estimasi total sampah yang dihasilkan Indonesia adalah 0,48-1,29 metrik ton per tahun. Jika tidak ditangani, jumlah sampah yang terhanyut ke laut setiap tahunnya dapat meningkat.

Baca Juga: Indonesia Masuk Sepuluh Besar Negara Pengimpor Sampah Plastik Global

Baca Juga: Melarang Penggunaan Plastik Sekali Pakai demi Menyelamatkan Gajah

Baca Juga: Ahli Kimia Merancang Ulang Polimer Untuk Plastik Biodegradable Impian 

Keberadaan sampah plastik di lautan Indonesia ini berawal dari sampah plastik yang tidak terkelola di daratan. Persentasenya tak main-main. Sebanyak 80 persen sampah di laut berasal dari aktivitas manusia di daratan.

Sampah di daratan itu digerakkan ke laut oleh badan-badan air seperti sungai yang bermuara ke lautan. Sebanyak 20 persen sisanya berasal dari kegiatan perkapalan, transportasi laut, hingga pariwisata.

Berdasarkan data Asosiasi Aromatik Olefin dan Plastik Indonesia (INAPLAS) pada 2017, sampah plastik di lautan kerap didominasi kantong plastik dan plastik kemasan dengan persentase masing-masing sebanyak 52 persen dan 16 persen.

Sampah plastik memiliki masa yang ringan sehingga akan berkumpul di permukaan air ketika lautan tenang. Namun, ketika terdorong ombak atau pasang, sampah plastik akan berpindah ke pesisir pantai dan terselip di balik bebatuan karang atau vegetasi. Bukan cuma biota di laut, ekosistem pesisir ikut terancam.

Sampah plastik juga bisa berpindah tempat hingga lintas benua karena aliran air laut. Hasil sebuah studi baru yang dipimpin oleh University of Oxford menunjukkan bahwa Indonesia adalah sumber utama sampah plastik berbasis darat yang ditemukan di pantai-pantai di Pulau Seychelles, Afrika.

Studi ini menggunakan data masukan tentang arus laut, ombak, dan angin, serta sampah plastik yang memasuki lautan dari populasi pesisir, sungai, dan perikanan, untuk memprediksi akumulasi sampah plastik di 27 lokasi di Pulau Seychelles di Afrika dan Samudra Hindia bagian barat yang lebih luas. Hasil studi ini telah terbit di jurnal Marine Pollution Bulletin.

Sampah plastik dari Indonesia yang disebut banyak terbawa ke Seychelles adalah puing berukuran sedang-besar yang memiliki daya apung tinggi seperti tutup botol, sandal, botol, dan barang-barang rumah tangga berukuran kecil.

Sampah plastik yang datang dari Indonesia disebut akan berada di laut setidaknya selama 6 bulan, bahkan ada yang melebihi 2 tahun, sebelum terseret ke pantai-pantai.