Nationalgeographic.co.id - Lebih dari satu dekade yang lalu, para arkeolog di Yerusalem menemukan guci tanah liat besar yang terdapat prasasti kuno Ratu Syeba atau Saba. Dalam peradaban Islam, Ratu Syeba dikenal dengan nama Ratu Balqis atau Bilqis, pemimpin dari kerajaan kuno yang wilayahnya meliputi Eritrea, Ethiopia, dan Yaman di zaman sekarang.
Guci dengan prasasti kuno tersebut telah membingungkan para arkeolog. Mereka telah berjuang lebih dari satu dekade untuk mencoba menguraikan prasasti misterius yang diukir di leher guci tersebut yang digali di Yerusalem.
Prasasti Saba pada guci tanah liat besar itu diuraikan dan ditemukan kurang dari 300 meter dari Situs Bait Suci Yerusalem.
Guci tersebut awalnya ditemukan bersama dengan sisa-sisa enam guci besar lainnya selama penggalian yang dilakukan pada tahun 2012 di daerah Ophel di selatan Temple Mount dipimpin oleh mendiang Eilat Mazar dari Institut Arkeologi University of Ibrani Yerusalem .
Guci tersebut diperkirakan berasal dari masa pemerintahan Raja Solomo yang memimpin bani Israil di Yerusalem kuno. Raja Solomo sangat dikenal dalam 3 agama abrahamik, yaitu Islam, Kristen, dan Yahudi yang bahkan dikisahkan dalam kitab suci tiga agama tersebut.
Raja Solomo dikenal dengan nama Sulaiman dan dianggap sebagai seorang Nabi, manusia utusan Allah untuk mengajarkan tauhid kepada umat manusia melalui penerimaan wahyu. Nabi Sulaiman pada masanya memimpin bani Israil dan membangun kerajaannya di wilayah Yerusalem dan sekitarnya.
Sekarang, setelah menjadi misteri lebih dari satu abad, para peneliti akhirnya mengungkap makna pesan misterius yang terdapat dalam prasasti kuno pada guci tanah liat tersebut.
Interpretasi baru tersebut telah diterbitkan di Jerusalem Journal of Archaeology yang bisa didapatkan secara daring. Jurnal tersebut dipublikasikan dengan judul "Incense from Sheba for the Jerusalem Temple."
Berdasarkan interpretasi baru itu, prasasti tersebut diukir menggunakan aksara Arab Selatan Kuno dalam bahasa Sabaean, bahasa umum yang digunakan pada masa-masa turun wahyu di Jazirah Arab di kerajaan tersebut dari Sheba, di tempat yang sekarang dikenal sebagai Yaman.
Teks di guci tersebut berbunyi "ladanum 5," referensi ke labdanum (Cistus ladanifer), resin aromatik yang berasal dari tumbuhan yang digunakan untuk membuat dupa atau kemenyan, menurut pernyataan Hebrew University of Jerusalem.
Prasasti tersebut dianggap sebagai aksara Arab Selatan Kuno tertua yang ditemukan di Yerusalem, menurut penelitian tersebut.
Dari prasasti aslinya, hanya tujuh huruf yang selamat. Selama dekade terakhir, lebih dari sepuluh peneliti menyarankan berbagai bacaan tanpa mencapai konsensus.
Akan tetapi mereka setuju bahwa prasasti tersebut ditulis dalam aksara Kanaan, yang darinya aksara Ibrani kuno yang digunakan pada masa Kuil Pertama dikembangkan.
Dalam penelitian tersebut, Daniel Vainstub menentukan naskah tersebut adalah "Arab Selatan Kuno," naskah yang digunakan di bagian barat daya Semenanjung Arab (wilayah Yaman saat ini), di mana Kerajaan Saba adalah kerajaan yang dominan pada waktu itu.
Pecahan tembikar, yang ditemukan para arkeolog terkubur di samping bagian dari enam guci besar lainnya selama penggalian tahun 2012 di Ophel, bagian dari Yerusalem—berasal dari abad ke-10 SM.
Para peneliti menganggapnya sebagai "hubungan yang jelas" dengan kerajaan kuno Nabi Sulaiman dan kerajaan terdekat yaitu Kerajaan Saba yang dipimpin Ratu Balqis, menurut pernyataan itu.
"Kapal itu dibuat secara lokal, dan prasasti itu diukir oleh seorang pembicara (Kerajaan) Saba yang memegang posisi yang berhubungan dengan dupa," penulis studi Daniel Vainstub, seorang arkeolog di University of Ben-Gurion Negev di Yerusalem, mengatakan kepada Live Science dalam email.
"Itu membuktikan hubungan yang kuat antara kedua kerajaan."
Berabad-abad yang lalu, Kerajaan Saba berperan penting dalam membudidayakan tanaman yang dibutuhkan untuk menghasilkan parfum dan kemenyan atau dupa.
Sementara kerajaan Nabi Sulaiman menguasai jalur perdagangan yang melintasi gurun Negev dan mengarah ke pelabuhan Mediterania tempat barang kemudian diekspor, menurut penelitian tersebut .
Menguraikan prasasti pada guci ini mengajarkan kita tidak hanya tentang kehadiran seorang pembicara Sabaean di kerajaan Nabi Sulaiman yang memimpin bani Israil, tetapi juga tentang sistem hubungan geopolitik di wilayah tersebut pada waktu itu.
Baca Juga: Mencari Syeba: Di Mana Ratu Balqis Memerintah, Arab atau Afrika?
Baca Juga: Kontroversi Arkeologi Raja Daud dan Sulaiman, Sains dan Alkitab
Baca Juga: Balqis sang Ratu Syeba: Bagaimana Sebuah Kisah Legenda Lahir
"Terutama mengingat tempat guci ditemukan, daerah yang dikenal juga sebagai pusat administrasi pada zaman Raja Sulaiman," kata Vainstub dalam pernyataannya.
Untuk diketahui, selama abad ke-10 SM, Kerajaan Saba berkembang pesat sebagai penghasil budi daya dan pemasaran tanaman wewangian dan dupa, dengan Ma'rib sebagai ibu kotanya. Mereka mengembangkan metode irigasi canggih untuk ladang yang menanam tanaman yang digunakan untuk membuat parfum dan kemenyan.
Sementara Raja Salomo atau Nabi Sulaiman digambarkan sebagai penguasa jalur perdagangan di Negev, yang dilalui kafilah unta Saba yang membawa wewangian dan tanaman dupa dalam perjalanan mereka ke pelabuhan Mediterania untuk diekspor.
Vainstub mengatakan, tampaknya guci tembikar diproduksi di sekitar Yerusalem dan prasasti di atasnya diukir sebelum dikirim untuk dibakar oleh seorang penutur Saba yang terlibat dalam penyediaan rempah-rempah kemenyan.
"Ini telah menjadi bukti lain dari hubungan perdagangan dan budaya yang luas antara Yerusalem abad ke-10 SM (zaman Kerajaan Solomo) dan Kerajaan Ratu Balqis," kata Vainstub.