Xiongnu, Kekaisaran Nomaden Pertama yang Multietnik di Stepa Mongolia

By Sysilia Tanhati, Minggu, 16 April 2023 | 12:00 WIB
Kekaisaran nomaden pertama, Xiongnu, merupakan kekaisaran yang multietnik. Fakta ini diketahui dari hasil penelitian DNA kuno. (Galmandakh Amarsanaa/DailyCultures Project)

Nationalgeographic.co.id - Kekaisaran Xiongnu menjadi salah satu kekuatan politik terkuat di Asia pada Zaman Besi. Muncul di stepa Mongolia 1.500 tahun sebelum bangsa Mongol, Xiongnu memperluas pengaruhnya dari Mesir, Roma hingga Imperial Tiongkok. Lama tersembunyi dalam bayang-bayang sejarah, Kekaisaran Xiongnu memang tidak setenar Kekaisaran Mongol. Sebuah penggalian arkeologi dan analisis DNA mengungkapkan bahwa kekaisaran nomaden pertama ini merupakan kekaisaran yang multietnik.

Tersembunyi dalam bayang-bayang sejarah

Berlandaskan ekonomi pada peternakan sapi perah, Xiongnu dikenal sebagai kekaisaran nomaden yang membangun kekaisaran di atas punggung kuda. Kemahiran dalam perang berkuda menjadikan mereka musuh yang cepat dan tangguh.

“Konflik legendaris mereka dengan Kekaisaran Tiongkok mendorong pembangunan Tembok Besar Tiongkok,” tulis Conny Waters di laman Ancient Pages.

Namun, tidak seperti Kekaisaran Tiongkok atau Mongol, Xiongnu tidak pernah mengembangkan sistem penulisan. Akibatnya catatan sejarah tentang Xiongnu hampir seluruhnya ditulis dan diwariskan oleh saingan dan musuh mereka.

Kisah-kisah Xiongnu memberikan sedikit informasi berguna tentang asal-usul, kebangkitan politik, atau organisasi sosial mereka. Dan sebagian besar catatan sejarah dicatat oleh penulis sejarah Dinasti Han.

Studi archaeogenetic melacak asal-usul Xiongnu sebagai entitas politik hingga migrasi mendadak dan percampuran kelompok nomaden lain di Mongolia utara. Namun temuan itu menimbulkan banyak pertanyaan di benak peneliti.

Untuk lebih memahami cara kerja kekaisaran Xiongnu yang tampaknya penuh teka-teki, tim peneliti melakukan penyelidikan genetik mendalam. Dua makam elite Kekaisaran Xiongnu di sepanjang perbatasan barat kekaisaran pun digali, di Takhiltyn Khotgor dan Shombuuzyn Belchir.

“Kami tahu bahwa Xiongnu memiliki tingkat keragaman genetik yang tinggi. Namun karena kurangnya data genom skala komunitas, masih belum jelas bagaimana keragaman ini muncul. Apakah dari tambal sulam heterogen komunitas lokal yang homogen atau apakah komunitas lokal itu sendiri beragam secara genetik,” jelas Juhyeon Lee, penulis studi.

Tim peneliti mencari tahu bagaimana keragaman genetik tersebut disusun pada skala sosial dan politik yang berbeda. Serta dalam kaitannya dengan kekuasaan, kekayaan, dan gender.

Munculnya kekaisaran multietnis

Para peneliti menemukan bahwa individu-individu di dalam dua makam menunjukkan keragaman genetik yang sangat tinggi. Keragaman di dua makam itu sebanding dengan yang ditemukan di seluruh Kekaisaran Xiongnu secara keseluruhan.