Pintu masuk ke istananya dijaga oleh singa batu besar di sisi utara batu. Tubuh singa itu telah hancur selama seribu tahun sejak berdiri, tetapi cakarnya masih menjaga pintu masuk.
Kejatuhan Kashyapa
Legenda mengatakan bahwa Kashyapa adalah orang memiliki rasa damai di hati, meskipun naik takhta dengan kekerasan. Dia menyukai seni dan puisi.
Baca Juga: Misteri Sigiriya, Benteng Kuno di Atas Batu Raksasa yang Memukau
Baca Juga: Sarandib: Kesatuan Tiga Agama dan Kerinduan Cita Rasa Lidah Jawa
Baca Juga: Makara, Monster Laut Berbelalai dalam Mitologi Hindu dari Srilangka
Baca Juga: Mengurai Masalah Lima Juta Sapi di India, Hewan Perusak nan Suci
Kematian ayahnya membebani hati nuraninya selama 14 tahun pemerintahannya. Ia tampaknya mencoba untuk bertobat dalam batas-batas keyakinannya dalam upaya untuk menemukan kedamaian.
Namun, masa lalunya akhirnya menyusulnya. Moggallana, yang melarikan diri ke India Selatan bertahun-tahun yang lalu, berhasil mengumpulkan pasukan. Pasukan tersebut membantunya kembali dan memperjuangkan takhtanya.
Kashyapa menggorok lehernya sendiri dalam pertempuran berikutnya. Itu mengakhiri pemerintahannya dan mengizinkan Moggallana merebut kembali hak kesulungannya.
“Setelah kematiannya, situs tersebut dikembalikan ke tangan damai para biksu Buddha,” Gillan menambahkan. Sigiriya pun menjadi biara selama berabad-abad setelah peristiwa berdarah itu.
Meskipun istana Kashyapa tidak lagi berdiri, warisannya tetap hidup di bentengnya. Reruntuhan istana menjadi saksi bisu pemerintahan Raja Kashyapa, si putra sulung yang tidak ditakdirkan untuk menjadi raja.