Selidik Sains: Mengapa Gajah Takut pada Lebah?

By National Geographic Indonesia, Selasa, 18 April 2023 | 13:00 WIB
Gajah bepergian sebagai kelompok keluarga diidentifikasi dari udara, dan bergerak sebagai unit sosial. Satwa raksasa dan salah satu yang tercerdas di Bumi ini begitu takut dengan lebah. (Ondrej Prosicky / Shutterstock)

Nationalgeographic.co.id—Sengatan lebah tentu tak bisa menembus kulit gajah yang sangat tebal. Akan tetapi, jika lebah-lebah berkerumun, mereka bisa menyengat sang gergasi rimba itu di daerah paling sensitif—belalai, mulut, dan mata. Sengatan ratusan lebah itu akan membuat gajah kesakitan. Itulah yang membuat hewan bertelinga lebar ini sangat takut dengan ancaman lebah.

Penelitian awal dilakukan di Afrika. Para peneliti menemukan bahwa gajah Afrika sangat takut dengan lebah Afrika. Barangkali karena lebah Afrika yang terkenal sangat agresif.

Para peneliti di Kruger National Park Afrika Selatan menemukan bahwa gajah semak Afrika (Loxodonta africana) menghindari lebah madu yang marah. Mereka berharap dapat menggunakan sifat itu sebagai strategi untuk menjauhkan gajah dari daerah berpenduduk manusia.

Lebah madu melepaskan zat kimia yang disebut feromon saat merasakan ancaman. Bagi lebah, sinyal alarm alami ini memberi tahu teman mereka untuk datang membantu dan bertindak defensif, yaitu menyengat, demikian menurut Nieh Lab di University of California San Diego.

Manusia tampaknya kekurangan reseptor feromon, jadi kemungkinan besar mereka tidak dapat mendeteksi isyarat kimia semacam itu, tetapi gajah bisa. Para ilmuwan menyadari bahwa jika gajah dapat merasakan feromon alarm dari lebah madu, kemungkinan besar mereka akan menjaga jarak dari area tersebut.

Para ilmuwan mengira gajah takut pada lebah karena mereka tidak suka disengat di jaringan lunak yang ada di dalam belalai dan di sekitar mata mereka.

Saat gajah berevolusi, para ilmuwan menduga makhluk besar itu belajar mengidentifikasi dan menghindari feromon alarm lebah madu sebagai cara untuk menghindari sengatan yang menyakitkan.

Untuk menguji teori ini, para peneliti menempatkan kaus kaki berisi matriks pelepasan lambat yang berisi campuran feromon alarm lebah madu di dekat lubang air yang sering dikunjungi gajah.

Mereka menyaksikan 25 dari 29 gajah mendekati kaus kaki dan memeriksanya sebentar dari kejauhan sebelum mundur ketakutan.

Namun, gajah bertindak lebih leluasa di sekitar kaus kaki kontrol yang bersih dari feromon. Bahkan, beberapa gajah benar-benar mengambilnya dan yang lain bahkan mencoba memakannya.

Selain itu, dalam penelitian terbaru yang dipimpin oleh Lucy King, rekan penelitian Universitas Oxford menemukan hal yang sama pada gajah Asia. Tapi berbeda dengan gajah Afrika, gajah Asia terlihat sedikit lebih berani daripada sepupunya itu. Sayangnya, masih belum jelas mengapa gajah Asia bereaksi berbeda terhadap lebah Asia. Bisa jadi hal ini karena lebah Asia kurang agresif jika dibandingkan dengan lebah Afrika.

Lucy King adalah ahli zoologi dan kepala Human-Elephant Co-Existence Program for Save the Elephants, sebuah organisasi penelitian dan konservasi yang bekerja di Afrika Timur, Tengah, dan Selatan.

King telah meneliti penggunaan lebah madu sebagai pencegah alami gajah pengganggu tanaman sejak 2006 dan telah menerbitkan temuannya di berbagai jurnal ilmiah. Berdasarkan pengetahuan tradisional, metode membangun pagar sarang lebah yang ramah lingkungan di sekitar batas pertanian kini digunakan di 19 negara di Afrika dan Asia. Pagar lebah meningkatkan penyerbukan tanaman dan produksi madu—serta memungkinkan petani pedesaan dan gajah liar hidup berdampingan.

Upaya Memulihkan Relasi Manusia dan Gajah

Para peneliti kemudian menjadikan ini sebuah cara untuk mengatasi konflik manusia dan gajah. Para peneliti menyarankan para petani untuk membuat jalur pagar dengan merangkai sarang lebah setiap 20 meter.

Hasilnya, 80 persen gajah Afrika tidak berani mendekati lahan pertanian. Ini tentu saja membantu para gajah terbunuh dari konfliknya dengan manusia. 

Hasil tersebut membuat para peneliti berharap temuannya ini dapat membantu menyelamatkan populasi gajah di alam liar. Terutama untuk mengatasi konflik gajah-manusia di Sri Lanka, Nepal, Thailand, dan India.

Di Afrika, sebuah kelompok konservasionis bernama Save the Elephants yang dikepalai King membangun pagar kawat dan sarang lebah untuk lahan seluas satu hektar. Dengan cara ini mereka dapat melindungi gajah sekaligus memberikan sumber penghasilan baru untuk para petani, yaitu panen madu dua kali dalam setahun.

Pagar sarang lebah ini juga memiliki fungsi lain, yaitu sebagai penghalang psikologis bagi para petani. Pagar ini membuat para petani berpikir dua kali sebelum menebang pohon atau membakar hutan untuk lahan pertanian. 

Baca Juga: Pang Pha si Gajah Asia Pintar di Jerman yang Bisa Kupas Pisang Sendiri

Baca Juga: Dunia Hewan: Gajah Tidak Pernah Kawin dengan Saudara Kandungnya

Baca Juga: Dampak Perubahan Iklim: Konflik Manusia dengan Satwa Liar Meningkat

Baca Juga: Melarang Penggunaan Plastik Sekali Pakai demi Menyelamatkan Gajah 

Awalnya, King kesulitan meyakinkan para petani untuk melakukan "ide gila" pagar sarang lebah ini. 

"Mereka pikir saya benar-benar gila. Lalu mereka berpikir, yah, dia memberi kita sarang lebah gratis, jadi terserah. Sekarang orang mengantri untuk melakukannya," sambungnya.

Selain menemukan cara ini, King juga belajar bahwa sarang lebah berayun membuat lebah keluar dari sarang. Hal ini membuat gajah lebih takut lagi.

Salah satu satwa tercerdas di Bumi

Gajah merupakan hewan yang sangat pintar, saat tidak di sengat lebah maka mereka akan menyadari bahwa dengung yang didengar bukanlah ancaman nyata, kata King. Ini ditemukan saat para peneliti memainkan rekaman suara dengungan lebah saja, tanpa benar-benar ada sengatan.

Meski begitu, King juga menyadari bahwa rasa takut pada lebah ini tak akan cukup untuk mengusir gajah. Apalagi jika ladang dipenuhi dengan hasil panen.

Pandangan serupa juga diungkapkan oleh Steeve Ngama, kandidat doktoral di Universitas de Liege, Belgia. Ngama berpendapat bahwa sarang lebah adalah ide yang bagus tapi bagaimanapun gajah akan bisa mengakalinya dan mencari solusi. 

"Jika gajah memiliki taruhan, misalnya dengan mengakses buah berlimpah atau hasil panen, mereka akan menghabiskan waktu untuk belajar mengatasi metode ini," ungkapnya. "Pembelajaran mereka sebagaian besar akan berhasil, apalagi saat hasilnya setara dengan risiko yang dihadapi."

kemudian menjadikan ini sebuah cara untuk mengatasi konflik manusia dan gajah. Para peneliti menyarankan para petani untuk membuat jalur pagar dengan merangkai sarang lebah setiap 20 meter.

Hasilnya, 80 persen gajah tidak mendekati lahan pertanian. Ini tentu saja membantu manusia untuk menghindari konflik dengan gajah.