Nationalgeographic.co.id—Dataran Tinggi Tibet, yang dikenal sebagai "kutub ketiga", atau "atap dunia", adalah salah satu lingkungan yang paling tidak ramah di Bumi.
Orang Tibet dianggap sebagai kelompok etnis Asia Tengah. Mereka hidup terutama di dataran tinggi Tibet, di pegunungan Sichuan dan Yunnan barat di Cina tengah dan selatan, dan daerah di seluruh Himalaya dan sekitar dataran tinggi Tibet.
Tibet secara tradisional dibagi menjadi tiga bagian dengan bagian tengah kira-kira bertepatan dengan Daerah Otonomi Tibet saat ini.
Kata Tibet, yang pertama kali muncul di peta penjelajah Arab, diyakini berasal dari istilah Tibet untuk "Tibet atas", stod bod, atau dari nama India awal untuk Tibet, bhot. Istilah Tionghoa untuk orang Tibet adalah Bhotia. Orang Tibet menyebut diri mereka sendiri dengan nama tempat di wilayah geografis mereka atau nama suku seperti orang Golock di Amdo atau orang Ladaki dan Zanskari dari India utara.
Tsetang, kota terbesar ketiga di Tibet, adalah mitos tempat kelahiran orang Tibet. Menurut legenda, seekor monyet yang berada di dalam gua digoda oleh setan wanita yang menolak untuk menikahi monster lain. Dia menikahi monyet dan menghasilkan enam anak yang tumbuh menjadi enam suku utama Tibet. Mitos lain menjelaskan bagaimana raja Tibet pertama turun ke bumi dari surga dengan tali langit. Mitos ini diyakini berasal dari agama Bon kuno.
Sementara seleksi alam yang positif di beberapa lokus genomik memungkinkan orang Tibet awal beradaptasi dengan lebih baik pada dataran tinggi, namun mendapatkan makanan yang cukup dari dataran tinggi yang miskin sumber daya ini akan tetap menjadi tantangan.
Kini, sebuah studi baru yang membahas hal ini telah diterbitkan di jurnal Science Advances pada 12 April 2023 bertajuk “Paleoproteomic evidence reveals dairying supported prehistoric occupation of the highland Tibetan Plateau.”
Dalam jurnal mengungkapkan bahwa susu adalah komponen kunci dari pola makan manusia purba di Dataran Tinggi Tibet. Studi tersebut melaporkan protein purba dari kalkulus gigi 40 individu manusia dari 15 lokasi di dataran tinggi pedalaman.
"Kami mencoba memasukkan semua individu yang digali dengan pelestarian kalkulus yang cukup dari wilayah studi," kata Li Tang, penulis utama studi tersebut.
"Bukti protein kami menunjukkan bahwa peternakan sapi perah diperkenalkan ke dataran tinggi pedalaman setidaknya 3500 tahun yang lalu," kata Prof. Hongliang Lu, koresponden penulis studi ini.
Bukti protein kuno menunjukkan bahwa produk susu dikonsumsi oleh beragam populasi, termasuk wanita dan pria, dewasa dan anak-anak, serta individu dari konteks penguburan elit dan non-elit.