Selain itu, penduduk dataran tinggi Tibet prasejarah memanfaatkan produk susu kambing, domba, dan mungkin sapi dan yak. Penggembala awal di Tibet barat tampaknya lebih menyukai susu kambing.
“Pengadopsian peternakan sapi perah membantu merevolusi kemampuan orang untuk menempati sebagian besar dataran tinggi, terutama daerah yang sangat luas yang terlalu ekstrem untuk budidaya tanaman,” kata Prof. Nicole Boivin, penulis senior studi tersebut.
Menelusuri peternakan sapi perah di masa lalu telah lama menjadi tantangan bagi para peneliti.
Secara tradisional, para arkeolog menganalisis sisa-sisa hewan dan bagian dalam wadah makanan untuk bukti peternakan sapi perah, namun kemampuan sumber-sumber ini untuk memberikan bukti langsung tentang konsumsi susu seringkali terbatas.
Baca Juga: Orang Tibet Menjulurkan Lidah untuk Memberi Salam, Apa Maknanya?
Baca Juga: Dampak Perubahan Iklim: Dataran Tinggi Tibet Mengalami Konflik Air
Baca Juga: Ritual Suci, Peziarah Buddha Bersujud Ribuan Kilometer Menuju Lhasa
Baca Juga: Inilah Jejak Tangan dan Kaki Hominin Pleistosen Tengah Asal Tibet
"Palaeoproteomics adalah alat baru dan ampuh yang memungkinkan kami menyelidiki pola makan Tibet dengan detail yang belum pernah ada sebelumnya," kata rekan penulis Dr. Shevan Wilkin.
"Analisis protein dalam kalkulus gigi manusia purba tidak hanya menawarkan bukti langsung dari asupan makanan, tetapi juga memungkinkan kita untuk mengidentifikasi dari spesies mana susu itu berasal," tambahnya.
"Kami sangat senang mengamati pola yang sangat jelas," kata Li Tang. “Semua peptida susu kami berasal dari individu kuno di stepa barat dan utara, di mana menanam tanaman sangat sulit. Namun, kami tidak mendeteksi protein susu apa pun dari lembah selatan-tengah dan tenggara, di mana lebih banyak lahan pertanian tersedia."