Propaganda Mudik Lebaran Oleh Perusahaan Kereta Api Hindia Belanda

By Galih Pranata, Jumat, 21 April 2023 | 09:00 WIB
Para pekerja kereta api (kemungkinan foto ini diambil di Semarang). Salah satu moda yang masif digunakan untuk mudik lebaran. (Universiteit Leiden)

"Dalam surat acara resmi pemasangan paku rel perdana pembangunan jalur tersebut pada 1869," tulis Syarifani Herdianti, Agus Permana, dan Tarpin dalam jurnal Historia Madania berjudul Kereta Api dan Tradisi Mudik Lebaran di Bandung (Tahun 1980-2014) terbitan 2018.

Setelah keberhasilan perusahaan swasta NISM, akhirnya muncul SS (Staastsspoorwegen) yang merupakan perusahaan kereta api milik negara, Hindia Belanda. Pembangunan trayek pertamanya terjadi pada tahun 1875 dari Surabaya menuju Malang, Jawa Timur.

Seiring berkembangnya waktu, secara berkala, perusahaan kereta api milik negara ini mulai memperluas trayek lintasannya hingga hampir menjangkau seluruh wilayah di Pulau Jawa.

Merasa dapat diandalkan untuk memangkas biaya dan waktu bagi para penumpangnya, perusahaan Staastsspoorwegen mulai melancarkan propaganda berupa periklanan di media masa. Salah satu artefak visual yang masih ditemukan, berasal dari sekitar tahun 1937.

Perusahaan kereta api Hindia Belanda, Staatsspoorwegen menerbitkan propaganda lewat periklanan di surat kabar Batavia-centruum edisi 2 Desember 1937. (Arsip Perpustakaan Nasional RI)

Memanfaatkan tradisi mudik yang sudah mengakar di Hindia Belanda, kata-kata persuasif dan merefleksi mulai dimunculkan perusahaan SS lewat periklanan di surat kabar Batavia-centruum edisi 2 Desember 1937. Beritanya bertuliskan:

"Hari Raja Aidilfitri!!.... Setahoen sekali moesti, perloekan tengok familie. Itoe soeatoe kewadjiban!" sebuah redaksi dengan ejaan melayu lama, namun masih bisa dipahami maknanya dengan baik.

Sebagaimana tradisi sebelumnya, SS mengenakan dalih "kewadjiban (kewajiban)" untuk mempertegas dan mempropaganda masifnya tradisi mudik di Hindia Belanda. Kemudian, beritanya berlanjut:

"Tidak semoea orang gemar pergian; apa lagi jang djaoeh. Badan rasa lelah, sebab terbanting-banting di djalanan. Moeka menjadi mesoem, sebab kena angin dan aboe."

Suatu redaksi khas marketing yang sudah mulai dimunculkan, tentang adanya kerisauan dan permasalahan umum yang dihadapi masyarakat di Hindia Belanda selama mudik, kala itu.

Baca Juga: Trayek Semarang-Vorstenlanden Awal Sejarah Kereta Api Hindia Belanda

 Baca Juga: Stasiun Ambarawa: Riwayatnya Bersama Kota Militer Hindia Belanda