Nationalgeographic.co.id—Museum Kereta Api Indonesia merupakan tinggalan bangunan Stasiun Ambarawa. Kereta yang melintasi stasiun ini memiliki rute Ambarawa – Secang – Magelang dan Ambarawa – Parakan – Temanggung.
Menurut sejarahnya, Stasiun Ambarawa dikenal sebagai stasiun Willem I sesuai dengan nama Raja Hindia Belanda yang pernah berkuasa. Pada masa Hindia Belanda, Ambarawa merupakan daerah militer. Raja Willem Frederik Prins Vans Oranje-Nassau yang akhirnya mendirikan bangunan stasiun kereta api.
Stasiun Willem I pertama kali digunakan sebagai sarana pengangkutan komoditas hasil ekspor dari sekitar Ambarawa serta daerah pedalaman menuju pelabuhan Semarang.
Selain digunakan untuk mengangkut hasil bumi kereta api Ambarawa juga mengangkut pasukan Hindia Belanda menuju kota Semarang.
Maka, pada 21 Mei 1873, Stasiun Kereta Api Ambarawa telah dibangun dengan luas tanah 127.500 meter persegi.
Saat itu, Ambarawa merupakan salah satu kota yang masuk ke dalam fase pertama pembangunan rute perkeretaapian oleh Nederlands Indische Spoorweg Maatschappij atau NISM dengan lebar rel sebesar 1.435 milimeter.
Bangunan Stasiun Willem I yang dulunya berbahan kayu direnovasi menjadi berbahan beton pada 1907, yang arsiteturnya masih bisa kita saksikan hingga sekarang.
Pembangunan Stasiun Kereta Api Ambarawa setelah Benteng Willem I, Benteng terbesar di Jawa
Kompleks benteng terbesar di Jawa, yakni benteng Willem I, rampung pada 1848. Dibangunlah jaringan kereta api di Ambarawa pada 1873 oleh perusahaan kereta api swasta NISM.
Laman Heritage KAI melansir bahwa pembangunan jaringan kereta api tersebut merupakan syarat yang harus dipenuhi NISM untuk mendapatkan ijin konsensi pembangunan rute kereta api pertama Semarang-Vorstenlanden (Solo-Yogyakarta).
Nederlands Indische Spoorweg atau NIS diwajibkan membangun rute kereta api cabang lintas Kedungjati-Ambrawa sepanjang 37 kilometer guna keperluan militer.
Awal Perjalanan Dibangunnya Stasiun Willem I
Masa Depan Pengolahan Sampah Elektronik Ada di Tangan Negara-negara Terbelakang?
Penulis | : | Ratu Haiu Dianee |
Editor | : | Warsono |
KOMENTAR