Nationalgeographic.co.id—Sebuah studi menarik yang dipublikasikan dalam jurnal Psychology of Religion and Spirituality mengungkapkan bahwa sistem keyakinan seseorang memiliki kaitan erat dengan bagaimana mereka memandang hubungan antara sains dan agama.
Penelitian ini menemukan adanya pola yang berbeda: individu yang memiliki keyakinan agama yang kuat cenderung melihat sains dan agama sebagai dua entitas yang dapat berjalan bersama dan saling melengkapi, sementara mereka yang sangat percaya pada sains lebih mungkin untuk melihat keduanya sebagai hal yang bertentangan.
Temuan ini memberikan perspektif baru mengenai bagaimana kerangka pemahaman yang berbeda memengaruhi persepsi seseorang tentang hubungan yang kompleks antara sains dan agama.
Perdebatan mengenai hubungan antara sains dan agama telah berlangsung selama berabad-abad. Ada kelompok yang berpendapat bahwa keduanya adalah jalur yang saling melengkapi untuk memahami dunia dan realitas, sementara kelompok lain beranggapan bahwa keduanya pada dasarnya tidak selaras dan saling bertentangan.
Studi-studi sebelumnya seringkali fokus pada situasi di mana sains dan agama dibandingkan atau dipertentangkan secara langsung. Akibatnya, masih ada pertanyaan yang belum terjawab tentang bagaimana keyakinan pada salah satu bidang, baik sains atau agama, memengaruhi persepsi tentang kompatibilitas keduanya, terlepas dari perbandingan langsung tersebut.
Untuk mengatasi kesenjangan penelitian ini, para peneliti dalam studi terbaru ini bertujuan untuk menyelidiki sejauh mana keyakinan pada sains dan keyakinan agama, sebagai sistem makna yang terpisah, dapat memprediksi apakah seseorang akan melihat sains dan agama sebagai kompatibel atau bertentangan.
Dengan melibatkan 684 partisipan dari berbagai latar belakang budaya dan agama di Inggris, Belanda, dan Kazakhstan, para peneliti berusaha untuk mendapatkan pemahaman yang lebih luas tentang bagaimana keyakinan-keyakinan ini berinteraksi dalam konteks yang beragam.
Pemilihan negara-negara ini didasarkan pada variasi tingkat religiusitas dan latar belakang budaya: Inggris dan Belanda yang didominasi oleh populasi sekuler dengan minoritas Kristen, serta Kazakhstan sebagai negara mayoritas Muslim.
Natalia Zarzeczna, seorang asisten profesor psikologi di University of Essex dan penulis utama studi ini, seperti dilansir laman Psy Post, menjelaskan motivasi penelitiannya, "Minat penelitian utama saya adalah memahami bagaimana manusia mencari makna dan menafsirkan realitas."
Dia menambahkan, "Saya memandang sains dan agama sebagai sistem makna yang masing-masing berpotensi memberikan kontribusi dalam pencarian makna, dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan mendasar seperti asal usul alam semesta (pertanyaan epistemik) dan makna hidup itu sendiri (pertanyaan eksistensial).
"Saya sangat tertarik untuk memahami bagaimana individu membangun pandangan dunia mereka berdasarkan sains dan agama untuk menjelaskan realitas, sejauh mana pandangan dunia ini dapat memberikan berbagai jenis makna, dan apakah kedua sistem ini pada dasarnya bertentangan," lanjutnya.
Baca Juga: Siapa Sebenarnya Dewa Siwa? Bagaimana Dia Diejawantahkan dalam Seni?
KOMENTAR