Harem Wang Zhaojun, Jadi Tumbal Kekaisaran Tiongkok demi Perdamaian

By Sysilia Tanhati, Sabtu, 22 April 2023 | 09:00 WIB
Untuk mewujudkan perdamaian dengan suku nomaden Xiongnu, harem Wang Zhaojun dijadikan tumbal. Ia diserahkan pada pemimpin Xiongnu untuk dinikahi. (sothebys)

Nationalgeographic.co.id - Kaisar Tiongkok terkenal dengan sejumlah besar harem yang dimilikinya. Tidak hanya menemani kaisar, harem yang berasal dari klan kuat bahkan bisa memengaruhi politik kekaisaran.

Namun harem juga bisa membawa perdamaian, paling tidak itu yang terjadi pada Wang Zhaojun. Ia dijadikan tumbal oleh Kekaisaran Tiongkok agar suku Xiongnu berhenti menyerang perbatasan.

Xiongnu adalah sekelompok suku nomaden yang tinggal di utara Tembok Besar Tiongkok. Nenek moyang orang Mongol modern, ribuan tahun yang lalu mereka melakukan serangan ke Kekaisaran Tiongkok.

Serangan mereka membuat Kekaisaran Tiongkok melakukan upaya tanpa henti untuk menghalau suku nomaden itu dari perbatasan.

Ratusan tahun sebelum Attila sang Hun menghancurkan Romawi, Dinasti Han berjuang melawan musuh dari padang rumput.

Namun perang akhirnya berhenti dan hubungan persahabatan antara Han dan Xiongnu terjalin selama setengah abad. Perdamaian tidak dicapai dengan kekuatan senjata, tetapi melalui pesona dan pengorbanan seorang harem Kekaisaran Tiongkok, Wang Zhaojun.

Kecantikan tersembunyi selir kaisar

“Wang Zhaojun hidup sekitar 2.000 tahun yang lalu,” tulis Leo Timm di laman Epoch Times. Ia adalah selir di istana kekaisaran Dinasti Han pada masa pemerintahan Kaisar Yuan.

Seperti halnya dengan banyak penguasa Tiongkok, Kaisar Yuan memiliki ribuan harem. Sebagian besar selirnya itu tidak pernah melihat Putra Langit dari dekat, apalagi menjalin hubungan akrab dengannya.

Kaisar Yuan meminta para seniman untuk melukis potret semua wanita istananya. Tujuannya agar dia dapat melihat-lihat mereka di waktu senggangnya.

Mendengar hal itu, ribuan selir pun berlomba-lomba untuk memenangkan hati kaisar. Caranya dengan menyuap seniman agar mereka bisa menghasilkan lukisan yang indah, bahkan mungkin lebih indah dari aslinya.

Para seniman menghasilkan banyak uang dari kebiasaan ini. Pada akhirnya mereka bahkan mengharapkan sejumlah tip untuk lukisan ini.

Wang tidak mau menggunakan uang untuk membeli kecantikan yang sudah dimilikinya. Ini membuat marah pelukisnya, Mao Yanshou, yang sengaja menggambarnya agar terlihat jelek. Penampilan dan bakatnya yang luar biasa diabaikan. Dan Wang Zhaojun tetap menjadi selir istana biasa.

Kaisar Yuan menukar kecantikan dengan perdamaian

Kemudian pemimpin suku Xiongnu, Shan-Yu Khukhenye, memasuki wilayah Kekaisaran Tiongkok. Berbeda dengan sebelumnya, ia datang bukan untuk menyerang atau menjarah, tetapi dengan damai.

Klannya, yang telah berjanji setia kepada kaisar Han sebelumnya, kini menjadi primadona di antara suku Xiongnu. Sekarang sang pemimpin punya permintaan khusus. Ia ingin menikahi seorang putri istana dan menjadi anggota keluarga Kekaisaran Tiongkok.

Tentu saja kaisar merasa keberatan. Ia tidak ingin darah suku barbar bercampur dengan darah bangsawan. Akan tetapi menolak permintaan pemimpin Xiongnu juga bisa mengancam perdamaian di kekaisaran.

Wang Zhaojun dipandang sebagai perwujudan koeksistensi peradaban Tiongkok kuno dengan dan pengaruh harmonisasi pada budaya asing. (Sailko)

Akhirnya Kaisar Yuan memilah-milah koleksi potret haremnya dan memilih pasangan yang cocok untuk kepala suku Xiongnu. Wang Zhaojun pun terpilih.

Versi lain dari cerita mengatakan bahwa Wang mengajukan diri untuk peran tersebut. Dan kaisar menyetujui berdasarkan penggambaran pelukis Mao Yanshou yang tidak menarik itu.

Wang Zhaojun tiba di hadapan Kaisar Yuan di istana untuk melakukan upacara perpisahannya. Saat itu sang penguasa Tiongkok pun menyadari tipu daya seniman istananya.

Di hadapannya ada kecantikan mutlak yang baru saja dijadikan tumbal untuk suku barbar demi perdamaian Kekaisaran Tiongkok.

Kaisar pun patah hati. Yang dipertaruhkan adalah aliansi berkelanjutan antara Dinasti Han dan suku Xiongnu, serta integritas.

Shan-Yu Khukhenye tentu saja sangat gembira menerima wanita yang begitu menawan sebagai istrinya. Mereka pun menyeberangi Tembok Besar untuk kembali ke padang rumput.

Seniman selanjutnya menggambarkan Wang Zhaojun dengan menunggang kuda, mengenakan mantel berlapis bulu merah dan memainkan alat musik gesek tradisional Tiongkok. Dalam lukisan itu, ia tampak sedang melakukan perjalanannya yang terkenal ke dataran Mongolia.

Meraih kedamaian yang diidamkan

Meskipun keduanya adalah musuh bebuyutan, Xiongnu menyambut Wang dengan tangan terbuka. Mantan selir itu melahirkan dua putra dan seorang putri dengan pemimpin suku.

Ketika Khukhenye meninggal, putranya dari istri pertamanya mengambil alih kekuasaan menurut adat setempat. Wang Zhaojun menikah lagi dengan Shan-Yu yang baru. Dalam budaya Tionghoa, hal ini dianggap tidak pantas karena dia adalah anak tirinya. Pasangan itu memiliki dua anak perempuan dan Wang hidup tanpa gangguan sampai kematiannya pada tahun 8 Masehi.

Makamnya dikatakan memiliki rumput hijau yang tumbuh di atasnya sepanjang tahun, sehingga mendapat dijuluki makam hijau.

Baca Juga: Wan Zhener, Harem Paling Berkuasa di Dinasti Ming Kekaisaran Tiongkok

Baca Juga: Ji Kang, Musisi Kerajaan Tiongkok Dieksekusi di Pertunjukan Musiknya

Baca Juga: Selidik Racun Gu: Senjata Mematikan Sepanjang Kekaisaran Tiongkok

Melalui pernikahan Wang Zhaojun, Xiongnu dan Kekaisaran Tiongkok menikmati hubungan damai dalam waktu yang lama.

Namun, meskipun kekaisaran berdamai dengan suku nomaden, semuanya tidak baik-baik saja. Dengan kematian seorang kaisar tertentu, pejabat pemberontak Wang Mang bangkit melawan keluarga kekaisaran. Ini membuat Tiongkok terjebak ke dalam kekacauan.

Wang Mang berhasil dikalahkan dan Dinasti Han berlanjut selama 200 tahun ke depan. Namun kekacauan yang ditimbulkan oleh pemberontakan Wang Mang merusak perdamaian yang dipertahankan Dinasti Han dengan suku nomaden.

Wang Zhaojun dianggap sebagai salah satu dari Empat Keindahan dalam sejarah Tiongkok, bersama dengan Xi Shi, Diaochan, dan Yang Guifei. “Berbeda dengan tiga lainnya, Wang Zhaojun terkenal karena kejujuran dan pengorbanannya,” tambah Timm.

Dia dipandang sebagai perwujudan koeksistensi peradaban Tiongkok kuno dengan dan pengaruh harmonisasi pada budaya asing.