Status Sosial Bekel dalam Masyarakat Desa Zaman Hindia Belanda

By Galih Pranata, Senin, 24 April 2023 | 07:32 WIB
Rumah joglo di Yogyakarta sekitar tahun 1908 dengan jati sebagai bahan dasar fondasinya, menandakan kemapanan empunya (bangsawan). (Wikimedia Commons)

 Baca Juga: Munculnya Musik Tarling di Tanah Pantura Sejak Era Hindia Belanda

 Baca Juga: Karamnya Kapal Van der Wijck Jadi Bencana Besar di Hindia Belanda

 Baca Juga: Iklan Postspaarbank dalam Propaganda Bank di Zaman Hindia Belanda

Adapun besaran gaji yang diperoleh oleh bekel, diungkap oleh Febrie Hastiyanto dalam jurnal Kybernan berjudul Perencanaan Pembangunan dan Gerakan Sosial dalam Reforma Agraria di Indonesia terbitan 2019.

Ia menyebut bahwa rata-rata upah bekel sebesar "f.0,20 (seperlima gulden) dari hasil pertanian dalam satu lungguh." Febrie meneruskan, "upah f.0,20 ini kemudian dimaterialkan menjadi hak atas sebagian tanah lungguh untuk bekel yang kemudian disebut sebagai tanah bengkok."

Selain itu, dalam tafsiran lainnya, bekel juga diartikan sebagai pegawai yang berperan menarik pajak (upeti) atas sewa tanah di desa.

Kedekatannya dengan bangsawan ataupun pemerintah kolonial, membuat bekel kerap disegani masyarakat Jawa secara umum. 

Maka dari itu, wajar saja dengan penghasilan yang besar berupa tanah bengkok, membuat kehidupan bekel menjadi mapan.

Dari sini, dapat dilihat juga bahwa bekel telah memegang peranan penting dalam sistem sosial dan mekanisme perkebunan di zaman Hindia Belanda.