Setelah Kashyapa meninggal dalam pertempuran dengan adiknya, dinasti mengalami pasang surut.
Terjadi perebutan kekuasaan internal dan konflik antara penduduk asli Sinhala dan penjajah luar dari Sri Lanka.
Berbagai kota menyandang status ibu kota setelah Sigiriya, seperti Polonnaruwa. Namun, pada abad ke-12, kendali keseluruhan atas Sri Lanka semakin melemah.
Kekuatan Sinhala mundur ke barat daya pulau, meninggalkan wilayah Rajarata. “Bekas pusat administrasi, termasuk Sigiriya, mulai tidak digunakan lagi,” tambah Walker.
Posisi Sri Lanka di Samudra Hindia membuatnya rentan terhadap orang Eropa yang ingin memperluas kendalinya di wilayah tersebut.
Pada pertengahan 1500-an Portugis memanfaatkan ketegangan dinasti di elite penguasa Sri Lanka. Penjajah Portugis pun akhirnya berhasil menguasai sebagian besar pulau itu.
Seabad kemudian Belanda menggantikan Portugis sebagai penguasa kolonial dan digantikan oleh Inggris pada akhir 1700-an.
Pada 1815, Kerajaan Kandy, negara bagian asli terakhir yang merdeka di pulau itu, menjadi bagian dari Kerajaan Inggris.
Pengetahuan tentang Sigiriya
Pejabat Kerajaan Inggris membawa pegawai negeri sipil George Turnour ke Sri Lanka. Ia adalah seorang bangsawan, cendekiawan, dan sejarawan yang bersemangat.
Turnour bekerja dengan seorang biksu Buddha untuk menerjemahkan kronik kuno dari abad kelima, Mahavamsa.