Setiap menerima tamu, ia membuka lebar-lebar pintu pabriknya dan bercerita tentang industri rokok di Jawa serta sejarah pabriknya dengan fasih sambil diselingi derai tawa.
“Tempat ini saya bisa untuk kunjungan. Sambil saya cerita sedikit tentang bisnis kretek dan pabrik ini. Bisnis kretek Jawa dari dulu ada dua kubu, Jawa Timur dan Jawa Tengah," ujarnya.
"Jateng ini pasokan tembakaunya dari dulu ya dari Temanggung, Parakan, Muntilan yang punya citarasa berat gurih," kata Hendra.
"Grup Timur selain memakai tembakau Temanggung juga menggunakan tembakau rasa berat seperti dari Jember, tapi ya memang beda karakter, mereka mayoritas pakai tembakau Jawa Timuran. Nah grup Jawa Tengah ya dominan menggunaka tembakau Jawa Tengah, sedikit menggunakan tembakau Jawa Timur,” ungkap Hendra.
"Sejarah kretek atau rokok yang terbuat dari racikan tembakau dan cengkeh, lahir di Kudus sekitar tahun 1870-1880. Penemuan kretek dengan dua bahan utama tersebut tidak disengaja. Sejarahnya tak lepas dari sosok bernama Haji Djamhari asal Kudus, tutur lisan ini terkenal lo," ujar Hendra yang mengawali ceritanya tenteng sejarah kretek.
Dia mengisahkan bahwa suatu ketika, Haji Djamhari mengalami sakit dada yang membuatnya sesak napas. Untuk mengobati sakit kronisnya, ia mencoba mengoleskan minyak cengkih ke dada dan punggungnya. Ternyata itu menghilangkan sebagian rasa sakitnya, meski belum sembuh total. Lalu, Haji Djamhari mencoba alternatif lain dengan mengunyah cengkih dan hasilnya jauh lebih baik.
"Suatu hari, ia menyadari bahwa nyeri dada disebabkan oleh paru-parunya. Ia berpikir bagaimana cengkih itu bisa sampai ke paru-parunya, sehingga pengobatannya bisa optimal. Kemudian, ia mencoba mencampurkan pucuk cengkih kering ke dalam lintingan tembakau, dibakar dan diasap," Hendra berkisah.
"Tak disangka, nyeri dada tersebut sembuh dan tidak pernah kambuh lagi. Metode penyembuhan ini dengan cepat menyebar di sekitar Kudus dan sekitarnya. Juga, merokok cigar clove, seperti yang disebut oleh penduduk setempat, membawa kepuasan yang tiada duanya dan juga memiliki efek menenangkan," ungkap Hendra.
"Dinamakan kretek karena ketika dihirup mengeluarkan suara daun kering terbakar, yang terdengar seperti 'kretek-kretek' atau kumretek dalam bahasa Jawa, akibat campuran cengkih kering ke dalamnya," jelas Hendra.
Dia menambahkan, “Ya dari awal, 1933 itu pabrik ini sudah terkait dengan industri tembakau di Jawa Tengah terutama produksi Temanggung. Kita dulu pakai tembakau Madura yang produknya didapat dari Lasem. Itu crita pakde saya yang tinggal di Lasem."
"Itu pedagang tembakau dari Madura tiba di Lasem dan mereka tidur di Masjid Jami Lasem itu lo, baru kemudian besoknya dikirim ke Juwana,”jelas Hendra. Dia menambahkan bahwa kretek lintingan pabriknya bisa memiliki komposisi 15 jenis tembakau dari daerah yang berbeda.
Baca Juga: Plesiran ke Juwana Corong Candu Bersejarah di Pantai Utara Jawa Tengah