Hwarang, 'Kesatria Berbunga' yang Mematikan Sebelum Kekaisaran Korea

By Tri Wahyu Prasetyo, Selasa, 9 Mei 2023 | 17:53 WIB
Di Korea, pamor Hwarang sempat meredup. Namun, kebangkitan nasionalisme Korea, serta penemuan manuskrip berjudul The Chronicles of the Hwarang pada tahun 1980-an, memicu minat baru pada hwarang. Gambar: Poster serial drama Korea bertajuk 'Hwarang: The Poet Warrior Youth'. (viki.com)

Nationalgeographic.co.idHwarang merupakan sekelompok kesatria dengan kemampuan luar biasa dari Kerajaan Silla (57 SM–935 M). Silla merupakan salah satu kerajaan kuno di wilayah semenanjung Korea, sebelum era Kekaisaran Korea.

Anggota kelompok Hwarang diambil dari keluarga kelas atas ketika masih kecil. Di usia yang masih belia, mereka telah dilatih untuk menjadi prajurit elite.

“Dididik dengan standar tertinggi dan dengan kode etik yang mengharuskan mereka untuk menjaga kehormatan dalam pertemuan mereka, kelompok pejuang ini tidak semuanya berani dan jantan,” kata Wu Mingren, dilansir dari laman Ancient Origins.

Mingren menjelaskan, para anggota Hwarang dididik dan dirawat dengan sangat baik. Dalam serial drama-romantis Korea hwarang digambarkan dengan penampilan yang sangat rupawan.

Namun, kebenaran apa yang kita ketahui tentang 'Kesatria Berbunga' yang terkenal mulia dan cantik ini?

Teka-teki Hwarang dari Korea

Hwarang (yang telah diterjemahkan secara beragam sebagai 'Pemuda Berbunga', 'Pemuda Berbunga', dan 'Kesatria Berbunga') merupakan sebuah organisasi untuk para pemuda elite.

Hwarang sering dianggap sebagai organisasi militer semata. Meskipun demikian, beberapa orang berpendapat bahwa anggota masyarakat ini juga melayani fungsi keagamaan dan pendidikan di Silla.

Istilah ‘Hwarang’ merupakan gabungan dari dua kata, ‘hwa’ yang berarti bunga, dan ‘rang’ yang merupakan istilah umum untuk pria.

Mingren menegaskan, bahwa sumber primer saat ini yang menggambarkan kelompok hwarang sangatlah terbatas. 

“Namun demikian, ada literatur sekunder yang banyak mengacu pada sumber-sumber primer yang telah hilang ditelan waktu.” jelas Mingren, “Karya-karya ini terutama membahas tentang organisasi hwarang atau perkumpulan keagamaan yang mereka miliki.”

Akibatnya, salah satu topik yang diperdebatkan di antara para sarjana mengenai hwarang ialah apa sebenarnya fungsi dari organisasi ini.

“Karya-karya ini terutama membahas tentang organisasi hwarang atau perkumpulan keagamaan yang mereka miliki.”

Topi atau mahkota emas dari Kerajaan Silla Korea, Cheonmachong di Gyeongju, Korea. (CC BY 2.0 )

Kisah Perempuan Sebelum Hwarang di Korea

Menurut berbagai sumber yang dapat ditemukan, hwarang didirikan pada abad ke-6 SM. Sebelum pendiriannya, Silla memiliki kelompok lain yang mirip dengan Hwarang: Wonhwa, yang artinya ‘bunga asli’.

Wonhwa terdiri dari para wanita yang dibagi menjadi dua kelompok, dan dipimpin oleh dua orang wanita, Nammo dan Junjeong.

Tidak berumur panjang, menurut Mingren, kedua pemimpin tersebut saling cemburu dan berujung pada pembunuhan Nammo oleh Junjeong. “Junjeong dieksekusi atas kejahatannya, dan Wonhwa pun dibubarkan.”

Akademi Putra Hwarang di Korea

Di kemudian hari, raja Silla ingin memperkuat negara. Hasratnya membawa pada keputusan untuk mendirikan kembali sebuah organisasi lain seperti Wonhwa. Namun kali ini beranggotakan laki-laki dan berasal dari keluarga bangsawan.

“Ada yang berpendapat bahwa hwarang didirikan agar para pemuda bangsawan yang paling berbakat dapat dipilih dan dilatih untuk mengabdi pada aparatur negara di kemudian hari,” jelas Mingren.

Banyak jenderal dan tokoh politik terkenal yang dahulunya anggota hwarang pada masa awal kehidupan mereka.

Para anggota hwarang sangat memperhatikan penampilan mereka. Berpenampilan dengan apa yang disebut gaya metro-seksual, mereka mengenakan kosmetik dan pakaian mewah.

Mereka juga dikatakan membakar dupa, sehingga siapa saja yang berpapasan dengan para hwarang, akan mencium aroma wangi.

Sumber-sumber menyatakan bahwa hwarang sering bertemu di tempat-tempat yang memiliki keindahan alam yang luar biasa. Mereka akan bernyanyi dan menari, terutama di daerah gunung dan sungai yang sakral.

Kegiatan penting lainnya dari hwarang adalah belajar agama. “Ini adalah kombinasi dari agama Buddha, Konfusianisme, dan Taoisme, serta (mungkin) beberapa elemen perdukunan yang telah dipraktekkan di semenanjung Korea jauh sebelum kedatangan tiga agama lainnya,” terang Mingren.

Selain itu, para hwarang juga diwajibkan untuk berlatih seni perang. Mereka harus selalu siap ketika suatu waktu dibutuhkan sebagai prajurit.

Jenderal Silla yang termasyur, Kim Yushin, juga merupakan seorang hwarang. Operasi militernya berhasil membantu Silla dalam menyatukan Korea dan berhasil mengalahkan sebuah kerajaan saingan Silla yang kala itu dipimpin oleh Baekje.

Damyeom-ripbon-wang-heedo (唐閻立本王會圖). Abad ke-6, Tiongkok. Para utusan yang mengunjungi Kaisar Tang. Dari kiri ke kanan: Duta besar Wa (Jepang), Silla (tengah) (Public Domain/ Wikimedia Commons)

Pedoman Hwarang

“Hwarang juga mempelajari tulisan-tulisan yang berisi aturan perilaku etis” jelas Mingren. Tulisan-tulisan ini adalah Lima Hubungan, Enam Seni, Tiga Pekerjaan Ilmiah, dan Enam Cara Pelayanan Pemerintah.

Dari semua tulisan tersebut, Lima Hubungan dapat dikatakan sebagai komponen utama dari kode etik hwarang.

Baca Juga: Profesi Menjanjikan Wanita Kekaisaran Korea Masa Dinasti Joseon

Baca Juga: Naeuiwon, Cermin Sejarah Pengobatan Kekaisaran Korea Dinasti Joseon

Baca Juga: Layanan Kesehatan di Korea dari Kekaisaran Goryeo hingga Joseon

Baca Juga: 500 Tahun Berkuasa, Ini Peran Dinasti Joseon dalam Sejarah Korea

Kode etik ini dibuat oleh seorang biksu bernama Wongwang. Di dalamnya terkandung unsur-unsur Buddhisme dan Konfusianisme. Mingren menjabarkan, Lima Hubungan adalah sebagai berikut:

  1. Melayani raja dengan penuh kesetiaan.
  2. Melayani orang tua dengan kesetiaan.
  3. Untuk selalu menunjukkan kesetiaan kepada teman-teman.
  4. Tidak pernah mundur dalam pertempuran.
  5. Tidak pernah membunuh yang tidak perlu.

Seiring berjalannya waktu, hwarang semakin kehilangan pamornya dan menghilang hampir sepenuhnya dari sejarah. 

Namun demikian, kebangkitan nasionalisme Korea, serta penemuan manuskrip berjudul The Chronicles of the Hwarang pada tahun 1980-an, memicu minat baru pada hwarang.

Popularitas hwarang terlihat dalam masyarakat Korea saat ini. Pola Taekwondo yang disebut Hwa-rang, misalnya, dinamai untuk menghormati hwarang.