“Resiko buruk memang selalu membayangi pergerakan kaum buruh yang bergerak pada sarekat buruh di Semarang.” jelas Angghi, “Terlebih mereka yang juga tergabung dalam PKI atau sarekatnya di bawah naungan PKI Semarang.”
Baca Juga: Telisik Wasbaboe, Buruh Cuci Orang Belanda dari Kalangan Pribumi
Baca Juga: Kisah Adu Nasib Para Pekerja Migran Gelap Indonesia di Belanda
Baca Juga: Awal Mula Pemberontakan Buruh Tambang Batu Bara Sawahlunto 1927
Baca Juga: Sisi Gelap Tarian Ronggeng di Perkebunan Subang Awal Abad Ke-20
Namun tak pelak lagi, serikat buruh juga dapat menjadi sarana meningkatkan kesejahteraan kaum buruh. Tak jarang mereka juga mendapatkan kenaikan upah berdasarkan tuntutan yang dilayangkan.
Selain itu, secara politis, serikat buruh merupakan wadah bagi kaum buruh untuk mempelajari dunia politik.
Kaum buruh menjadi mengerti status mereka di mata kaum kapital, dan mengerti mengapa mereka harus menjemput kesejahteraan mereka sendiri.
Kemunduran Serikat Buruh Semarang pasca tahun 1925
Pasca terjadinya pemogokan besar yang terjadi di Semarang pada tahun 1925, serikat buruh di Semarang tak lagi menunjukan pergerakannya. Bahkan, di tahun 1926, tak banyak lagi suara yang muncul dari kaum buruh.
Salah satu penyebab meredupnya serikat buruh di Semarang adalah ditangkapnya para tokoh dan penumpasan PKI pada tahun 1926/1927. Oleh karenanya, serikat-serikat buruh yang berada di bawah naungan PKI semakin terpuruk.
Disamping itu, Angghi mengatakan, pemerintah kolonial Belanda memang hanya memberikan ruang gerak kepada organisasi-organisasi serikat buruh, “yang jelas-jelas tidak melibatkan diri dalam politik dan aksi serikat buruh.”
Kemunduran PKI telah memberi pukulan telak bagi perkembangan serikat buruh di Semarang. “Sarekat buruh yang berada di bawah pengaruh Komunisme tak mampu bertahan di bawah gempuran pemerintah,” pungkas Angghi.