Nationalgeographic.co.id—Pada 1913 hingga 1925 merupakan tahun yang menjadi saksi sejarah atas kebangkitan serikat buruh di Semarang. Organisasi-organisasi serikat buruh berkembang pesat seiring industrialisasi yang terjadi di kota tersebut.
Gerakan serikat buruh di Semarang diwarnai dengan beragam aksi pemogokan sebagai bentuk perlawanan terhadap kaum Kapital dan sebagai upaya untuk menjemput kesejahteraan.
Angghi Novita, dalam studinya: Gerakan Sarekat Buruh Semarang Tahun 1913-1925, menjabarkan ruang gerak dan pengaruh gerakan buruh di Semarang pada masa kolonial. Hasil studinya terbit dalam Journal of Indonesian History.
Lahirnya Serikat Buruh Semarang Massa Kolonial
“Lahirnya sarekat buruh Semarang didorong oleh rasa ketidakadilan yang diterima kaum buruh kala itu,” terang Angghi. Kondisi Semarang yang amat liberal, turut mendukung mereka untuk mengadakan pertemuan-pertemuan dan berkembang menjadi besar.
Angghi menyebutkan, ada tiga hal pokok yang mendasari berdirinya serikat buruh di Semarang. Pertama, ialah meningkatkan kesejahteraan kaum buruh, serta “menjaga agar upah kaum buruh ditinggikan.”
Kemudian, melindungi kaum buruh agar tidak bekerja di luar batas kemampuan. Pada pokok ini artinya, “kaum pemilik modal harus tetap memandang sisi kemanusiaan di jiwa buruh dan tidak menyuruhnya bekerja di luar batas kemampuannya.”
Ketiga, menjaga agar nasib kaum buruh tidak dibuat sewenang-wenang oleh kaum majikan atau pemilik modal.
Besarnya jumlah buruh yang ada di Semarang, mempengaruhi keberanian mereka untuk bersatu dan menciptakan perserikatan.
Gerakan kaum buruh juga mendapat dukungan dari orang-orang Sosialis-Komunis, seperti Sneevliet dan Semaoen. Kecakapan orang-orang tersebut berhasil menjadikan gerakan arus bawah ini semakin deras.
Sepanjang tahun 1913-1925, pergerakan buruh di Semarang mengalami perkembangan yang signifikan. Terdapat sekitar sebelas serikat buruh yang tumbuh di Semarang. Salah satu yang terbesar adalah Vereniging van Spoor, en Tramweg Personeel (VSTP).
Kiprah Sneevliet dan Semoen
Pada tahun 1913, Sneevliet telah mempengaruhi pergerakan VSTP Semarang yang memiliki sifat eksklusif. Berkat Sneevliet, VCTP yang mulanya hanya beranggotakan buruh Eropa, kini menjadi serikat buruh pribumi terbesar.
“Rapat umum VSTP pada Februari 1914 menyetujui untuk mencadangkan tiga dari tujuh posisi eksekutif pusat untuk pribumi,” jelas Angghi.
Hal ini menandai akhir dari tahap pertama perkembangan VSTP dan awal dari transformasinya menjadi sebuah serikat yang dikontrol oleh bumiputera.
Tokoh berpengaruh terhadap serikat buruh Semarang lain ialah Semaoen. Kehadiran Semaoen di Semarang pada tahun 1916 telah membuat pergerakan serikat buruh menjadi lebih menyala.
“Kepindahannya adalah jalan politik yang membuatnya semakin dikenal sebagai penggerak kaum revolusioner,” sebut Angghi.
Angghi juga menyebutkan, bahwa Semaoen merupakan tokoh dibalik berdirinya Sarekat Merah Semarang. “Sarekat Islam kala itu bercampur dengan ajaran Marxis dalam menentang kapitalisme di Hindia Belanda.”
Perlu diketahui, bahwa perkembangan serikat buruh di Semarang tidak lepas dengan tumbuh kembang Komunisme di kota ini.
Partai Komunisme Indonesia turut mendukung pemberontakan yang dilakukan serikat buruh. Pada tahun 1925, Angghi mengatakan, PKI membantu pemogokan oleh serikat buruh Semarang.
“Semenjak pemogokan menjamur, pemerintah kolonial di Semarang bersikap anti Komunisme,” kata Angghi.
Pemerintah menganggap para penganut Komunisme seperti Semaoen telah menghasut para serikat buruh untuk memberontak dan melakukan beragam aksi pemogokan.
Kiprah Serikat Buruh Semarang terhadap kesejahteraan buruh
Angghi menjelaskan, serikat buruh berpengaruh terhadap kesejahteraan kaum buruh, meskipun selalu dibayang-bayangi resiko yang besar berupa pemecatan.
“Resiko buruk memang selalu membayangi pergerakan kaum buruh yang bergerak pada sarekat buruh di Semarang.” jelas Angghi, “Terlebih mereka yang juga tergabung dalam PKI atau sarekatnya di bawah naungan PKI Semarang.”
Baca Juga: Telisik Wasbaboe, Buruh Cuci Orang Belanda dari Kalangan Pribumi
Baca Juga: Kisah Adu Nasib Para Pekerja Migran Gelap Indonesia di Belanda
Baca Juga: Awal Mula Pemberontakan Buruh Tambang Batu Bara Sawahlunto 1927
Baca Juga: Sisi Gelap Tarian Ronggeng di Perkebunan Subang Awal Abad Ke-20
Namun tak pelak lagi, serikat buruh juga dapat menjadi sarana meningkatkan kesejahteraan kaum buruh. Tak jarang mereka juga mendapatkan kenaikan upah berdasarkan tuntutan yang dilayangkan.
Selain itu, secara politis, serikat buruh merupakan wadah bagi kaum buruh untuk mempelajari dunia politik.
Kaum buruh menjadi mengerti status mereka di mata kaum kapital, dan mengerti mengapa mereka harus menjemput kesejahteraan mereka sendiri.
Kemunduran Serikat Buruh Semarang pasca tahun 1925
Pasca terjadinya pemogokan besar yang terjadi di Semarang pada tahun 1925, serikat buruh di Semarang tak lagi menunjukan pergerakannya. Bahkan, di tahun 1926, tak banyak lagi suara yang muncul dari kaum buruh.
Salah satu penyebab meredupnya serikat buruh di Semarang adalah ditangkapnya para tokoh dan penumpasan PKI pada tahun 1926/1927. Oleh karenanya, serikat-serikat buruh yang berada di bawah naungan PKI semakin terpuruk.
Disamping itu, Angghi mengatakan, pemerintah kolonial Belanda memang hanya memberikan ruang gerak kepada organisasi-organisasi serikat buruh, “yang jelas-jelas tidak melibatkan diri dalam politik dan aksi serikat buruh.”
Kemunduran PKI telah memberi pukulan telak bagi perkembangan serikat buruh di Semarang. “Sarekat buruh yang berada di bawah pengaruh Komunisme tak mampu bertahan di bawah gempuran pemerintah,” pungkas Angghi.