Metode ekstraksi DNA baru
Sebelum tim dapat mengerjakan artefak asli, pertama-tama mereka harus memastikan bahwa spesimen tidak akan rusak. "Struktur permukaan artefak tulang dan gigi Paleolitik memberikan informasi penting tentang produksi dan penggunaannya.
Oleh karena itu, menjaga keutuhan artefak, termasuk struktur mikro di permukaannya, adalah prioritas utama" kata Marie Soressi, peneliti dari Leiden University yang mengawasi pekerjaan bersama Matthias Meyer, ahli genetika Max Planck.
Tim menguji pengaruh berbagai bahan kimia pada struktur permukaan potongan tulang dan gigi arkeologi. Mereka mengembangkan metode berbasis fosfat non-destruktif untuk ekstraksi DNA.
“Dapat dikatakan kami telah menciptakan mesin cuci untuk artefak kuno di dalam laboratorium bersih kami,” jelas Elena Essel, penulis utama studi yang mengembangkan metode tersebut.
"Dengan mencuci artefak pada suhu hingga 90°C, kami dapat mengekstraksi DNA dari air pencuci, sekaligus menjaga artefak tetap utuh."
Kemunduran awal
Tim pertama kali menerapkan metode ini pada sekumpulan artefak dari gua Prancis yang digali Quinçay pada 1970-an hingga 1990-an.
Meskipun dalam beberapa kasus dimungkinkan untuk mengidentifikasi DNA dari hewan dari mana artefak dibuat, sebagian besar DNA yang diperoleh berasal dari orang-orang yang menangani artefak selama atau setelah penggalian.
Itu membuatnya sulit untuk mengidentifikasi DNA manusia purba. Untuk mengatasi masalah kontaminasi manusia modern, para peneliti kemudian memfokuskan pada material yang baru saja digali.
Mereka menggunakan sarung tangan dan masker wajah, kemudian dimasukkan ke dalam kantong plastik bersih dengan endapan yang masih menempel.