Nationalgeographic.co.id—Saat Dinasti Yuan dari Mongol hendak menaklukkan Dinasti Song di Kekaisaran Tiongkok, operasinya bukan main-main. Mereka menggunakan teknologi pertempuran yang dikenal oleh negara Barat dan Timur Tengah saat Perang Salib. Mereka menggunakan alat tempur seperti manjanik (trebuchet).
Manjanik adalah pelontar batu yang populer pada abad pertengahan sebagai ketapel tempur raksasa. Cara kerjanya memanfaatkan beban dan gravitasi (seperti jungkat-jungkit) untuk melontarkan proyektil.
Biasanya manjanik digunakan untuk menghancurkan atau mendobrak dinding pertahanan musuh dalam pengepungan. Senjata ini adalah versi besar dari mesin kepung puntiran (catapult / ketapel), tetapi tidak menggunakan mekanisme lontar pegas balista.
Manjanik dikenal oleh Dinasti Yuan saat hendak menguasai Kekaisaran Tiongkok. Marco Polo dalam catatan perjalanannya menyebutkan keberadaan ini. Bahkan, Marco mengeklaim manjanik sebagai senjata Eropa yang ia perkenalkan ke dunia Timur. Padahal, penggunaan manjanik dilakukan dalam pertempuran Xiangyang dan Fancheng, dimulai 1268, sedangkan ia tiba di Tiongkok 1271.
Jika bukan orang Eropa seperti Marco Polo, lantas dari mana orang Mongol tahu senjata manjanik? Sejarawan Jeremy Black menjelaskannya dalam buku A Short History of War (2021). Cerita ini juga tercatat oleh sejarawan dan ilmuwan muslim Rashid Addin Hamdani (1247-1318) dari Ghazan, dalam Jami' at-Tawarikh pada abad ke-14.
Dalam ekspedisi militer ini, kita harus ingat kembali bahwa kekaisaran Mongol begitu luas di abad ke-13. Jenghis Khan melakukan ekspedisi dari 1216 sampai 1224 ke Eropa timur dan Timur Tengah. Kemudian, Kubilai Khan hendak memperluas kekuasaan ke Tiongkok.
Sebelum menjatuhkan Kekaisaran Tiongkok yang saat itu adalah Dinasti Song, Kubilai berambisi menguasai Xiangyang dan Fancheng. Kota kembar ini memiliki kastil yang kuat, tembok yang kokoh, dan parit yang dalam.
Kekaisaran Tiongkok meminta Lu Wenhuan dan Zhang Tianshun agar setia kepada Dinasti Song dan mempertahankan kedua kota. Letaknya sangat strategis sebagai gerbang dari utara menuju jantung Song.
Perlu diingat, Kekaisaran Tiongkok sudah mengenal senjata mesiu dan beberapa mesin. Maka, dalam pengepungan pertama, Mongol yang dipimpin A Chu bersama mantan perwira Song yang membelot, Liu Zheng, membangun benteng di Sichuan. Benteng mereka berdekatan dengan Sungai Han--sungai transportasi pangan Xiangyang dan Fancheng.
Pengepungan ini tidak dapat diyakininya karena kokohnya kota Xiangyang, sementara pasukannya yang sebagian besar kavalerim tidak cocok. Hal itu disampaikan kepada Kubilai. Kubilai Khan malah mengirimkan ribuan pasukan dari Tiongkok Han utara, Shi Shu.
Manjanik pun mulai dipakai dengan jumlah yang massif dalam pengepungan Xiangyang. Pasukan Kekaisaran Tiongkok dari ibukota Dinasti Song berkali-kali datang ke Xiangyang untuk melawan Mongol. Akan tetapi, kavaleri Mongol sangat kuat menahan para pasukan Song.
Baca Juga: Xian, Mengapa Kaisar Tiongkok Dinasti Han ini Tak Punya Kuasa Nyata?
Baca Juga: Sejarah Berlanjut: Urban Klan Genghis Khan di Ibu Kota Mongolia
Baca Juga: Kubilai Khan, Kaisar Tiongkok Pertama yang Berasal dari Suku Nomaden
Baca Juga: Petaka yang Mengakhiri Kekuasaan Dinasti Song di Kekaisaran Tiongkok
Manjanik yang lebih hebat diperkenalkan pada pengepungan Xiangyang di tahun 1273. Manjanik ini memiliki jarak tembak hingga 500 meter--400 meter lebih jauh dari alat sebelumnya.
Alat ini diperkenalkan oleh dua ahli perang Irak: Ismail (Issumayin) dari Hilla dan Alauddin (Alaowating) dari Mosul. Keduanya dikirim oleh Khan Persia yang masih berkeluarga dengan Kubilai. Mereka hadir atas permintaan Khan yang Agung itu.
Oleh karena itu, orang Tiongkok menyebut alat tempur yang dipakai Mongol sebagai "Huihui pao" (manjanik muslim). Manjanik juga melontarkan alat peledak demi bisa merebut Xiangyang.
Sekitar Februari hingga Maret 1273, pasukan Dinasti Yuan memborbardir Xiangyang dengan manjanik ini. Batu-batu melayang menghantam tembok kota dan rumah penduduk di baliknya. Parit pun ditutup oleh pasukan Mongol. Ketika tembok dan menara runtuh, pasukan yang sudah sejak lama mengepung kota, merangsek masuk.
Singkatnya, pertempuran ini berhasil membuat Lu Wenhuan menyerah kepada Dinasti Yuan. Ia menyerahkan kota Xiangyang pada Mongol. Kubilai menjadikannya sebagai gubernur untuk kedua kota di bawah Dinasti Yuan.
Pertempuran ini menunjukkan kehebatan teknologi militer Dinasti Yuan menghadapi Kekaisaran Tiongkok. Selain itu, jatuhnya Xiangyang dan Fanceng kepada Mongol juga menjadi kunci bahwa kelak Kekaisaran Tiongkok akan runtuh, dan berdirinya Dinasti Yuan dengan Kubilai Khan sebagai kaisar tertinggi.