Sejarah Ratu Charlotte, Benarkah Ratu Kulit Hitam Pertama di Inggris?

By Sysilia Tanhati, Kamis, 11 Mei 2023 | 17:57 WIB
Sejarah mencatat, Ratu Charlotte memimpin Kerajaan Inggris. Konon ia merupakan ratu berkulit hitam pertama di Kerajaan Inggris, benarkah demikian? (Johan Zoffany)

Nationalgeographic.co.id—Berawal dari seorang gadis Jerman yang pemalu, Sophia Charlotte dari Mecklenburg-Strelitz ditakdirkan untuk memimpin Kerajaan Inggris. Charlotte yang berusia 17 tahun baru pertama kali menginjakkan kakinya di Inggris untuk bertemu dengan calon suaminya, Raja George IIISejarah mencatat, ia merupakan ratu berkulit hitam pertama di Kerajaan Inggris, benarkah demikian?

Bagaimana Charlotte menjadi Ratu Kerajaan Inggris?

Lahir pada tahun 1744 di Mecklenburg-Strelitz, Jerman Utara, Charlotte muda memiliki masa kanak-kanak yang biasa-biasa saja.

Pada tahun 1760, George III naik takhta menjadi Raja Inggris. Saat itu, status lajangnya menjadi “masalah nasional”. George membutuhkan seorang istri dengan segera. Para penasihatnya memutuskan untuk mencari putri yang bisa dijadikan sebagai teman hidup dan melahirkan penerus takhta.

“Charlotte tidak dikenal dan dianggap tidak memiliki koneksi atau tujuan politik,” tulis Erin Blakemore di laman National Geographic. Sejarah ini dilihat sebagai nilai tambah oleh penasihat politik George, yang menginginkan kepentingan Inggris menang setelah pernikahan raja.

Maka, meskipun George belum pernah bertemu Charlotte, pada tahun 1761 seorang utusan melamarnya atas namanya. Charlotte menerimanya dan perjodohan itu terjadi hanya 6 jam setelah sang putri muda tiba di Inggris.

Meskipun dia tidak bisa berbahasa Inggris dan belum pernah bertemu George III, Charlotte menjadi Ratu Inggris Raya dan Irlandia.

Semua orang ingin menyambut raja dan ratu yang baru. Pada penobatan mereka, begitu banyak warga di sepanjang jalan. Dibutuhkan waktu 2 jam untuk prosesi dari istana ke Westminster Abbey.

Setelah menikah, Charlotte melahirkan anak pertamanya, seorang putri. Dia kemudian melahirkan 15 anak selama pernikahannya yang panjang.

Apakah Ratu Charlotte dan Raja George saling mencintai?

Menurut semua laporan, raja dan ratu memiliki pernikahan yang luar biasa bahagia. Raja George III adalah ayah dan suami yang berbakti.

Akan tetapi, sejarah mengungkapkan juga bahwa kehidupan istana sulit bagi Charlotte. Ia pun kerap berselisih dengan ibu mertuanya karena aturan formal aristokrasi Inggris. Ia diharapkan untuk melahirkan banyak ahli waris dan itu sangat melelahkan.

Pada saat Charlotte telah melahirkan 14 dari 15 anaknya, dia menulis, “Saya tidak berpikir seorang tahanan dapat mengharapkan kebebasannya lebih dari saya ingin dibebaskan dari beban saya.”

Charlotte bergumul dengan kebosanan dan kurungan kehidupan istana. Namun dia menemukan caranya sendiri untuk mengatasi ekspektasi dari peran barunya. Setahun setelah pernikahannya, George membelikannya sebuah tanah pedesaan besar. Rumah Buckingham, sekarang dikenal sebagai Istana Buckingham, disebut sebagai Rumah Ratu. Di sana Charlotte tinggal di rumah yang nyaman, membaca, menjahit, dan memainkan harpsichord.

Dia berbagi kecintaannya pada botani dan tanaman dengan suaminya. Raja George III kemudian dikenal sebagai Petani George karena minat pertaniannya.

'Kegilaan' Raja George III

Namun kebahagiaan pasangan itu tidak bertahan lama. Pada tahun 1765, George mengalami serangan penyakit mental yang sangat serius. Ini membuat para menterinya mengusulkan Charlotte untuk sementara naik takhta di saat raja tidak mampu memimpin.

Meskipun raja sembuh dengan segera, penyakitnya sering kambuh. “Akhirnya menjadi jelas bahwa penyakit mentalnya tidak akan sembuh,” Blakemore menambahkan.

Raja mengalami mania, depresi, halusinasi, dan kejang-kejang. Ahli sejarah Inggris melaporkan bahwa dia menyerang dan bahkan melakukan pelecehan seksual terhadap anggota keluarganya.

Serangan penyakit ini menghancurkan sang ratu. Seiring dengan berjalannya waktu, raja diisolasi dan bahkan dipenjara.

Baca Juga: Tampak Kembar, Apakah Tsar Nicholas II Rusia dan George V Bersaudara?

Baca Juga: Diserang Nazi, Raja Inggris Sembunyikan Mahkota Dalam Kaleng Biskuit

Baca Juga: Menara London dan Misteri Hilangnya Penerus Takhta Kerajaan Inggris

Baca Juga: Kisah Penemuan Berlian di Tongkat dan Mahkota Kerajaan Inggris

Stigma sosial dan kurangnya pemahaman tentang penyakit mental berarti hampir tidak mungkin untuk membantu raja "gila". George III tidak mendapatkan dukungan yang sekarang dianggap sebagai kunci untuk merawat orang-orang yang memiliki gangguan kesehatan mental.

Akhirnya, putra Charlotte, George IV mengambil alih tahta sebagai wakil penguasa. Tetapi suaminya akan tetap sakit selama sisa hidupnya. Bahkan, pada tahun 1789 rambut ratu telah memutih akibat tekanan penyakit sang raja.

Ketika Charlotte meninggal pada tahun 1818, suaminya sakit parah sehingga dia tidak mengerti bahwa istrinya telah meninggal.

Benarkah Charlotte adalah ratu kulit hitam pertama di Kerajaan Inggris?

Hari ini sejarah mengenang Charlotte sebagai istri yang setia dan sosok tragis yang terkait dengan penyakit mental raja. Tetapi beberapa melihatnya sebagai sosok penting karena alasan lain. Sebagian mengeklaim bahwa Charlotte adalah ratu kulit hitam atau biracial pertama di Kerajaan Inggris.

Selama beberapa dekade, sejarawan memperdebatkan apakah ikatan leluhur Charlotte dengan aristokrasi Portugis berarti dia berkulit coklat.

Mereka yang percaya dia memiliki keturunan Afrika. Pasalnya, ada lukisan yang menggambarkan Ratu Charlotte dengan fitur Afrika. Mereka mengatakan penggambaran lain pada waktu itu yang menunjukkan ratu berkulit terang akan menyembunyikan leluhurnya. Tujuannya agar sesuai dengan cita-cita kecantikan Eurosentris di era tersebut.

Tetapi yang lain mengatakan nenek moyang ratu sangat jauh sehingga kemungkinan besar tidak memengaruhi penampilannya. Sebagian berpendapat bahwa konsep ras modern yang mendorong keyakinan bahwa Charlotte berkulit hitam.

Karena tidak mungkin untuk menentukan bagaimana sebenarnya penampilan Charlotte, argumen tersebut kemungkinan besar sejarah ini tidak akan pernah selesai ditulis.