Orang-orang shogun masih memburunya, jadi Saigo pergi ke pengasingan internal selama 3 tahun di pulau kecil Amami Oshima. Dia mengubah namanya menjadi Saigo Sasuke dan pemerintah wilayah menyatakan dia mati. Loyalis kekaisaran lainnya menulis kepadanya untuk meminta nasihat tentang politik. Jadi meskipun diasingkan dan berstatus mati secara resmi, dia terus memberikan pengaruh di Kyoto.
Pada tahun 1861, Saigo terintegrasi dengan baik ke dalam komunitas lokal. Beberapa anak telah mendesaknya untuk menjadi guru mereka. Ia bak “raksasa” baik hati dan menurut. Di sana, Saigo juga menikahi seorang wanita lokal bernama Aigana dan menjadi ayah dari seorang putra. Dia dengan senang hati menetap dalam kehidupan pulau yang damai.
Namun sayangnya, beberapa tahun kemudian saigo harus meninggalkan pulau itu. Pada bulan Februari 1862, ia dipanggil kembali ke Satsuma.
Meskipun memiliki hubungan yang sulit dengan daimyo baru Satsuma, Hisamitsu, Saigo segera kembali terlibat. Dia pergi ke istana Kaisar di Kyoto pada bulan Maret dan kagum bertemu samurai dari wilayah lain yang memperlakukannya dengan hormat karena membela Gessho.
Pengorganisasian politiknya bertentangan dengan daimyo baru. Hal itu membuatnya ditangkap dan dibuang ke pulau kecil yang berbeda hanya 4 bulan setelah dia kembali dari Amami.
Saigo semakin terbiasa dengan pulau kedua ketika dia dipindahkan ke pulau hukuman terpencil lebih jauh. Satu tahun berlalu, Saigo kembali ke Satsuma. Hanya 4 hari setelah dia kembali, Hisamitsu mengangkatnya menjadi komandan pasukan Satsuma di Kyoto.
Kembali ke ibu kota
Di ibu kota Kekaisaran Jepang, politik telah berubah secara signifikan selama pengasingan Saigo. Pro-kaisar daimyo dan radikal menyerukan diakhirinya keshogunan dan pengusiran semua orang asing. Mereka melihat Kekaisaran Jepang sebagai tempat tinggal para dewa. Kaisar adalah keturunan dari Dewi Matahari dan langit akan melindungi mereka dari kekuatan militer dan ekonomi barat.
Saigo mendukung peran yang lebih kuat untuk kaisar tetapi tidak mempercayai retorika milenial yang lain. Pemberontakan skala kecil pecah di sekitar Jepang dan pasukan shogun terbukti tidak mampu menghentikan pemberontakan.
Rezim Tokugawa runtuh. Saat itu Saigo tidak pernah membayangkan jika Kekaisaran Jepang di masa depan mungkin tidak menyertakan seorang shogun. Baginya, hal itu mustahil sebab shogun telah memerintah Kekaisaran Jepang selama 800 tahun.
Sebagai komandan pasukan Satsuma, Saigo memimpin ekspedisi hukuman tahun 1864 melawan Choshu. Bersama dengan pasukan dari Aizu, pasukan besar Saigo berbaris di Choshu. Di sana dia merundingkan penyelesaian damai alih-alih melancarkan serangan. Nantinya ini akan menjadi keputusan penting karena Choshu adalah sekutu utama Satsuma dalam Perang Boshin.