Kisah Hidup Saigo Takamori, Samurai Terakhir di Kekaisaran Jepang

By Sysilia Tanhati, Senin, 29 Mei 2023 | 07:00 WIB
Saigo Takamori dikenal sebagai samurai terakhir dari Kekaisaran Jepang. Kini, ia menjadi simbol samurai di bagi bangsa Jepang di zaman modern. (Ishikawa Shizumasa)

Kemenangan Saigo yang hampir tanpa darah membuatnya terkenal secara nasional. Ini membuatnya diangkat sebagai sesepuh Satsuma pada bulan September 1866.

Kejatuhan shogun di Kekaisaran Jepang

Pada saat yang sama, pemerintahan shogun di Edo semakin tirani, berusaha mempertahankan kekuasaan. Terikat oleh ketidaksukaan mereka terhadap keshogunan, Choshu dan Satsuma secara bertahap membentuk aliansi.

Pada tanggal 25 Desember 1866, Kaisar Komei yang berusia 35 tahun meninggal mendadak. Dia digantikan oleh putranya yang berusia 15 tahun, Mutsuhito. “Mutsuhito kemudian dikenal sebagai Kaisar Meiji,” tambah Szczepanski.

Pertempuran berlangsung dengan shogun menyerah kepada Saigo. Meski menjadi pemenang, Saigo memperlakukan mereka dengan adil. Ini membuatnya dipandang sebagai simbol kebajikan samurai.

Membentuk pemerintahan Meiji di Kekaisaran Jepang

Setelah Perang Boshin, Saigo pensiun untuk berburu, memancing, dan berendam di mata air panas. Namun, seperti saat-saat lain dalam hidupnya, masa pensiunnya berumur pendek. Di bulan Januari 1869, daimyo Satsuma mengangkatnya menjadi penasihat pemerintah wilayah.

Selama 2 tahun berikutnya, pemerintah merebut tanah dari samurai elite dan mendistribusikan kembali keuntungan kepada prajurit berpangkat lebih rendah. Itu mulai mempromosikan pejabat samurai berdasarkan bakat, bukan pangkat, dan juga mendorong perkembangan industri modern.

Namun, di Satsuma dan seluruh Jepang, tidak jelas apakah reformasi seperti ini sudah cukup. Atau apakah seluruh sistem sosial dan politik akan mengalami perubahan revolusioner. Ternyata pemerintahan kaisar di Tokyo menginginkan sistem baru yang tersentralisasi. Bukan sekadar kumpulan wilayah yang mengatur diri sendiri dan lebih efisien.

Untuk memusatkan kekuatan, Tokyo membutuhkan militer nasional alih-alih mengandalkan penguasa wilayan untuk memasok pasukan. Pada bulan April 1871, Saigo dibujuk untuk kembali ke Tokyo untuk mengatur tentara nasional yang baru.

Dengan adanya pasukan, pemerintah Meiji memanggil daimyo yang tersisa ke Tokyo pada pertengahan Juli 1871. Namun pemerintah kemudian mengumumkan bahwa wilayah tersebut dibubarkan dan otoritas penguasa dihapuskan. Daimyo Saigo sendiri adalah satu-satunya yang secara terbuka mencela keputusan tersebut. Pada tahun 1873, pemerintah pusat mulai mewajibkan rakyat jelata sebagai tentara, menggantikan samurai.

Samurai terakhir yang tidak bisa menikmati masa pensiun