Pada 1901, Rusia menyelesaikan pembangunan jalur kereta api terpanjang di dunia: trans Siberia. Tujuanya adalah untuk menghubungkan Moskow ke Vladivostok di Pantai Pasifik.
Tidak hanya itu, Proyek besar ini diikuti dengan pembangunan jalur kereta api yang lebih kecil: menghubungkan Manchuria ke wilayah Kekaisaran Rusia lainya.
“Semua ini membuat Kaisar Maiji semakin kesal,” jelas Ilyas. Pada 4 Februari 1904, Jepang memutuskan semua hubungan diplomatik dengan Sankt Peterburg.
Empat hari kemudian, Tokyo secara resmi menyatakan perang dan segera menyerang Port Arthur, yang menandakan dimulainya Perang Rusia-Jepang.
Ilyas menjelaskan, pada malam hari setelah deklarasi perang, “angkatan laut Jepang, yang dipimpin oleh Laksamana Togo Heihachiro, melancarkan beberapa serangan ke armada Rusia yang diposisikan di Manchuria Selatan.”
Meskipun banyak korban jiwa, armada Rusia berhasil memukul mundur pasukan Laksamana Togo dengan bantuan serangan artileri darat. Tak kehabisan akal, Laksamana Togo mengubah strateginya dan memutuskan untuk memblokade kota.
Karena tak mampu menerobos ring pertahanan Kekaisaran Jepang, angkatan laut Rusia tak mampu menghentikan invasi Jepang yang tak tertahankan ke Korea pada April 1904.
Pada akhir bulan itu, Ilyas menjelaskan, “pasukan Jepang di bawah Jenderal Kuroki Tamemoto menyeberang ke Manchuria, mengalahkan Detasemen Timur Rusia dalam Pertempuran Sungai Yalu pada 1 Mei.”
Singkat cerita, pada 2 Januari 1905, Kekaisaran Jepang berhasil membuat Kekaisaran Rusia menyerah dalam pertempuran Liaoyang. Kemenangan pada pertempuran tersebut, berbuah jatuhnya Port Arthur dan Manchuria Selatan di tangan Kekaisaran Jepang.
Tsushima: Pertarungan yang Menentukan di Laut
“Kekaisaran Rusia tidak memiliki peluang untuk memenangkan perang, jika tidak memenangkan pertempuran di laut,” tegas Ilyas.