Kenyataan Kisah Drakor, Ratu Kekaisaran Korea yang Tangguh Diplomasi

By Cicilia Nony Ayuningsih Bratajaya, Jumat, 26 Mei 2023 | 07:00 WIB
Bunhwangsa di Gyeongju, pagoda tertua situs sejatah dinasti Silla kekaisaran Korea. Saat ini masih digunakan dan menjadi harta nasional Korea yang dilestarikan (Julien Viry)

Nationalgeographic.co.id—Penggemar darkor atau drama korea tentunya tak asing dengan drama bertemakan sejarah kekaisaran Korea The Great Queen Seondeok yang pernah tayang beberapa tahun silam di stasiun televisi Indonesia. Terlepas persis atau tidaknya kisahnya dalam serial drama. Namun sejarah mencatat, selama 15 tahun bertahta Ratu Seondeok terampil malakukan diplomasi.

Dr. Kallie Szczepanski ahli sejarah Asia mengatakan bahwa, "Kemampuan intelektual Ratu Seondeok dalam melakukan diplomasi mampu menangkal Silla dari serangan Baekje dan Goguryeo.

Sang ratu membentuk aliansi yang kuat dengan kekaisaran Tiongkok, campur tangan kekaisaran Tiongkok ini secara implisit membantu menangkis ancaman pesaing dari kekaisaran Korea."

Lebih lanjut Szczepanski menjelaskan, "Selain urusan eksternal, ratu Seondeok juga melakukan diplomasi untuk membentuk aliansi di antara keluarga terkemuka Silla. Dia mengatur pernikahan antara keluarga Taejong dan Jenderal Kim Yu-sin  yang merupakan blok kekuatan yang nantinya akan memimpin Silla untuk menyatukan Semenanjung Korea dan mengakhiri periode Tiga Kerajaan."

Samguk Sagi, sebuah catatan sejarah kuno mengenai Tiga Kerajaan Korea Silla, Baekje dan Goguryeo yang ditulis dalam bahasa Tionghoa klasik. 

Catatan itu menyebutkan, "Sebelum naik tahta menjadi ratu, Seondeok dikenal dengan nama puteri Deokman. Tidak banyak yang diketahui tentang kehidupan awal Ratu Seondeok, tetapi diketahui bahwa ia lahir sebagai Putri Deokman pada tahun 606 dari Raja Jinpyeong dan ratu pertamanya, Maya. Karena tidak mempunyai keturunan laki-laki dari sang ratu, maka raja Jipyeong raja ke-26 dinasti Silla kekaisaran Korea, memilih Seondeok sebagai pewaris raja."

Dilansir dari Thoughtco, dalam budaya Silla kekaisaran Korea, warisan keluarga ditelusuri melalui kedua sisi matrilineal dan patrilineal, memberikan perempuan memiliki otoritas yang tinggi lebih dari pada budaya lain pada waktu itu. Karena itu, bukan hal yang asing bagi wanita untuk memerintah.

Ketika Raja Jinpyeong meninggal pada tahun 632, Putri Deokman yang berusia 26 tahun diangkat sebagai Ratu Seondeok. Selama dinasti Silla, status wanita cukup tinggi walau tetap ada pemberontakan melawan itu.

Kenaikan tahtanya menandai untuk pertama kalinya seorang raja wanita naik ke tampuk kekuasaan dalam sejarah kekaisaran Korea tetapi tentu saja bukan yang terakhir. Ia merupakan yang pertama dari ketiga pemimpin wanita kekaisaran Korea. Dua yang lainnya adalah Jindeok dari Silla dan Jinseong dari Silla. Jiendok adalah keponakan yang menggantikan Seondeok memerintah sampai tahun 654.

Semenanjung Korea berada dalam kondisi yang sangat kacau pada awal abad ke-7, banyak terjadi pemberontakan dalam negeri dan perang dengan Baekje untuk memperebutkan semenanjung.

Namun, sepanjang 15 tahun sebagai ratu, ia mampu mengatur negerinya. Ia menjaga kesatuan negara dan meningkatkan hubungan dengan kekaisaran Tiongkok, antara lain dengan mengirimkan para pelajar ke sana. Seondeok mendukung Buddhisme dan pembangunan kuil-kuil Buddha.

Mahkota ratu Seondeok terbuat dari lembaran emas yang dihiasi liontik giok berbentuk bulan sabit. Ia naik tahta di usia 26 tahun, memimpin dalam situasi kerajaan yang kacau. Keahliannya dalam melakukan diplomasi mampu meredam pemberontakan yang terjadi di Kekaisaran Korea saat itu. (Martin Roell)