Setelah hanya sepuluh hari, menurut memoar seorang jenderal Silla, Bidam dan tiga puluh komplotannya ditangkap. Pemberontak dieksekusi oleh penggantinya sembilan hari setelah kematian Ratu Seondeok sendiri.
Hubungan diplomasi masih terjaga sampai pada akhir masa pemerintahannya, tiga kekaisaran yang bermusuhan di Semenanjung Korea berusaha keras mencari dukungan dinasti Tang kekaisaran Tiongkok demi mendapat keuntungan masing-masing.
Silla menyikapinya dengan lebih menjalin persahabatan dengan kekaisaran Tiongkok yang akhirnya menguntungkan Silla sebab ratu Seondeok telah bernegosiasi dengan raja Goguryeo untuk mengadakan perjanjian damai walau dalam waktu yang tidak lama.
Suatu hari sebelum kematiannya, Ratu Seondeok mengumpulkan para pelayannya dan mengumumkan bahwa dia akan meninggal pada tanggal 17 Januari 647. Dia meminta untuk dimakamkan di Surga Tushita dan para pelayannya menjawab bahwa mereka tidak mengetahui lokasi itu, jadi dia menunjukkan sebuah tempat di sisi Nangsan atau "Gunung Serigala".
Tepat pada hari yang dia prediksi, Ratu Seondeok meninggal dan dikebumikan di sebuah makam di Nangsan. Sepuluh tahun kemudian, penguasa Silla lainnya membangun Sacheonwangsa "Kuil Empat Raja Langit" menuruni lereng dari makamnya.
Kerajaan kemudian menyadari bahwa mereka memenuhi ramalan terakhir dari Seondeok tentang kitab Buddha bahwa Empat Raja Langit tinggal di bawah Surga Tushita di Gunung Meru.
Kesuksesan diplomasi yang dilakukan Seondeok membuktikan bahwa dia adalah seorang penguasa yang cakap dan cerdik membuka jalan bagi ratu yang berkuasa di masa depan, menandai era baru dalam dominasi wanita di kerajaan-kerajaan Asia.
Kerajaan Silla juga mempunyai kebanggaan penguasa wanita ketiga dan terakhir Korea yaitu Ratu Jinseong, yang hampir dua ratus tahun kemudian memerintah dari tahun 887 sampai 897.