Sangat tidak mungkin untuk menggali sisa-sisa jenazah tanpa mengganggu tempat peristirahatan sejumlah besar orang lain di sekitarnya.
Dikatakan bahwa otoritas kapel sangat peka terhadap kebutuhan untuk menghormati kenangan Pangeran Alemayehu. Di sisi lain, mereka juga harus menyeimbangkannya dengan tanggung jawab untuk menjaga martabat orang yang meninggal.
Otoritas kapel juga mengakomodasi permintaan dari delegasi Etiopia untuk mengunjungi kapel dan hal itu akan terus dilakukan.
Kementerian Luar Negeri Etiopia menyebut Alemayehu sebagai tawanan perang dalam sebuah pernyataan kepada The Washington Post. “Kami percaya Pangeran Alemayehu layak mendapatkan penguburan keturunan di negara asalnya,” katanya.
Menurut Kementrian Luar Negeri Etiopia, Pemerintah Etiopia tetap berupaya untuk mewujudkan repatriasi jenazah.
“Juga beberapa barang jarahan dari Magdala, yang berasal dari signifikansi sejarah, budaya, dan agama yang besar bagi orang Etiopia,” tambah Suliman.
Bagi banyak orang Etiopia, kata-kata Istana Buckingham tidak banyak membantu menebus masa lalu kolonial Inggris dan apa yang mereka katakan diderita sang pangeran.
Bahkan Victoria, dalam buku harian pada tahun 1879, tampaknya mengakui situasi kesepian yang dialami Alemayehu.
“Sangat berduka dan kaget mendengar berita bahwa Alamayou yang baik telah meninggal dunia pagi ini. Terlalu menyedihkan! Sendirian, di negara asing, tanpa satu orang atau kerabat pun. Semua orang minta maaf, ” tulisnya Victoria.
Permintaan agar jenazahnya dipulangkan datang pada saat banyak negara bergulat dengan bagaimana menangani tindakan era kolonial.
Apakah sang pangeran muda itu pada akhirnya akan pulang ke negeri yang dirindukannya hingga napas terakhirnya?