Ratu Min terbukti tidak bisa memiliki anak hingga berusia 20 tahun, 5 tahun setelah menikah. Anak itu, seorang putra, meninggal secara tragis 3 hari setelah dia lahir. Ratu dan dukun (mudang) menyalahkan Taewongun atas kematian bayi itu. Mereka mengeklaim bahwa dia telah meracuni bayi itu. Sejak saat itu, Ratu Min bersumpah akan membalas kematian bayi malangnya.
Perseteruan keluarga
Ratu Min mulai dengan mengangkat anggota klan Min dan ditempatkan di berbagai pos-pos pemerintahan. Sang ratu juga meminta dukungan dari suaminya yang berkemauan lemah. Meski sudah dewasa secara hukum, Kaisar Gojong masih mengizinkan ayahnya untuk memerintah negara.
Yang paling penting, dia meminta Kaisar Gojong menunjuk seorang sarjana Konfusius bernama Cho Ik-Hyon ke istana Kekaisaran Korea. Cho yang sangat berpengaruh menyatakan bahwa kaisar harus memerintah atas namanya sendiri. Ia bahkan menyatakan bahwa Taewongun "tanpa kebajikan". Sebagai tanggapan, Taewongun mengirim pembunuh untuk membunuh Cho, yang melarikan diri ke pengasingan.
Namun, kata-kata Cho cukup membuat kaisar berusia 22 tahun itu sadar. Akhirnya pada tanggal 5 November 1873, Kaisar Gojong mengumumkan bahwa untuk selanjutnya ia akan memerintah dengan haknya sendiri. Pada sore yang sama, seseorang — kemungkinan besar Ratu Min — menutup pintu masuk Taewongun ke istana Kekaisaran Korea.
Minggu berikutnya, ledakan dan api misterius mengguncang kamar tidur ratu, tetapi ratu dan pengiringnya tidak terluka. Beberapa hari kemudian, sebuah bingkisan tanpa nama yang dikirim ke sepupu ratu meledak dan menewaskannya. Ratu Min yakin Taewongun berada di balik serangan ini, tapi dia tidak bisa membuktikannya.
Perseteruan dengan Kekaisaran Jepang
Dalam setahun setelah Kaisar Gojong naik takhta, perwakilan Meiji Kekaisaran Jepang muncul di Seoul. Mereka datang untuk menuntut agar Kekaisaran Korea membayar upeti.
Korea telah lama menjadi anak sungai Qing Kekaisaran Tiongkok, tetapi menganggap dirinya setara dengan Jepang. Jadi kaisar menolak permintaan mereka. Orang Korea mengejek utusan Jepang karena mengenakan pakaian gaya barat. Kata mereka, utusan itu bukanlah orang Jepang sejati.
Namun, Kekaisaran Jepang tidak menyerah. Pada tahun 1874, Jepang kembali lagi. Kaisar memutuskan untuk menandatangani perjanjian dagang dengan perwakilan Kaisar Meiji untuk menghindari masalah. Padahal saat itu Ratu Min sudah mendesak kaisar untuk menolaknya.
Dengan perjanjian ini, Kekaisaran Jepang kemudian mengarungi kapal perang ke daerah terlarang di sekitar pulau selatan Ganghwa. Tindakan itu pun mendorong pertahanan pantai Korea untuk melepaskan tembakan.
Menggunakan insiden Unyo sebagai dalih, Kekaisaran Jepang mengirim armada enam kapal angkatan laut ke perairan Korea. Di bawah ancaman kekerasan, Gojong sekali lagi gulung tikar. Ratu Min tidak dapat mencegah penyerahan dirinya.