Hubungan antara anatomi dan seni, sangat terkait erat pada masa Renaisans. Terinspirasi oleh para seniman besar pada periode klasik, para seniman Renaisans berusaha keras untuk menghasilkan gambar manusia yang paling nyata dan akurat.
Tentu saja, cara terbaik untuk memastikan tingkat akurasi ini adalah dengan memeriksa tubuh manusia yang sesungguhnya.
Banyak seniman Renaisans yang menggunakan manusia hidup untuk mempelajari anatomi manusia. Mereka menyatakan bahwa upaya tersebut sudahlah cukup. Namun, ada juga yang mengejar akurasi selangkah lebih maju: menggunakan mayat.
Para seniman sangat ingin memahami bagaimana sebenarnya tubuh bekerja, untuk kepentingan berkarya. Menurut Molly, keinginan inilah yang kemudian menyebabkan hubungan yang menguntungkan antara seniman dan ahli anatomi.
“Para ahli anatomi sering kali memberikan demonstrasi anatomi kepada para seniman dengan menggunakan mayat,” jelas Molly. “Sebagai imbalannya, para seniman akan menghasilkan gambar anatomi yang akurat untuk mereka gunakan dalam buku-buku dan pamflet ilmiah mereka.”
Beberapa seniman mengambil langkah lebih jauh dan melakukan studi mereka sendiri tentang mayat. Dua contoh seniman paling terkenal yang melakukan hal ini adalah Leonardo da Vinci dan Michelangelo.
Bahkan, Molly menjelaskan, bahwa Michelangelo telah melakukan pembedahan mayat untuk karya seninya sejak usia 17 tahun.
Pada titik ini, perspektif agama tentang penggunaan mayat telah bergeser. Pada puncak Renaisans, gambar-gambar ini diyakini sebagai pengingat akan fakta bahwa tubuh manusia diciptakan oleh Tuhan.
Penggambaran tubuh manusia yang rumit oleh para seniman ini menunjukkan betapa rumitnya tubuh manusia. Hal ini, bagi orang Kristen, menjadi bukti bahwa Tuhan pasti menciptakan manusia.
Meskipun pada awalnya tampak sebagai bagian dari sejarah yang agak mengerikan, Molly menegaskan bahwa “penggunaan mayat oleh seniman Renaisans memungkinkan untuk kemajuan bidang seni dan bidang anatomi.”