Nationalgeographic.co.id—Wako adalah sekelompok perampok yang mendominasi lautan Asia Timur selama berabad-abad. Mereka telah dilihat oleh sejarawan dan budaya Barat sebagai semacam bajak laut Kekaisaran Jepang.
Namun saat para akademisi mencoba menggali lebih dalam tentang wako, muncul beberapa pertanyaan tentang siapa sejatinya mereka. Menariknya, memecahkan teka-teki wako bukanlah perkara gampang.
"Wako": Kesulitan dalam Penerjemahan
“Kesulitan dalam memahami wako dimulai dari namanya,” tulis Molly Dowdeswell pada laman Ancient Origins, “wako, dalam bahasa Mandarin dibaca wokou, dalam bahasa Korea dibaca waegu, telah diterjemahkan menjadi ‘bajak laut Jepang’. Tapi apakah ini akurat?”
Menurut Frank L. Chance, yang telah melakukan penelitian ekstensif tentang wako, istilah ini memiliki konotasi yang kontroversial.
Kata ini digunakan pada periode kuno untuk menggambarkan seseorang yang dipandang sebagai 'barbar' non-Cina. Istilah ini digunakan terutama untuk orang asing dari Timur.
Terjemahan sederhana bahwa wako sebagai orang Jepang juga bermasalah. Pada masa ini, dalam sejarah, tidak ada entitas yang dikenal sebagai Jepang.
Kepulauan Jepang hanya ada sebagai sebuah tempat geografis, secara budaya, sosial, dan ekonomi, Jepang belum ada. Jepang menjadi sebuah kesatuan pada akhir abad ke-16.
Kata wako telah muncul dalam dokumen-dokumen Cina, Korea, dan Jepang sejak abad ketiga Masehi. Kata ini juga tampaknya identik dengan kaizoku dalam bahasa Jepang, yang berarti 'perompak laut'.
Siapakah Bajak Laut Wako?
Terlepas dari masalah penamaan dan penggolongan mereka sebagai bajak laut, tidak diragukan lagi bahwa wako berpartisipasi dalam aktivitas seperti bajak laut.
Mereka secara konsisten menyerang garis pantai di Kekaisaran Jepang, Korea, dan Cina dan beroperasi di Laut Jepang dan Laut Cina Timur. Namun, menentukan dengan tepat siapa wako itu sulit.
“Terbukti bahwa meskipun sekarang para wako dianggap sebagai bajak laut Kekaisaran Jepang, pada abad ke-16, sebagian besar wako sebenarnya adalah orang Tionghoa,” jelas Molly.
Menurut Stuart Iles, seorang penulis sekaligus sejarawan Jepang, jumlah anggota wako yang berasal dari Kekaisaran Jepang diyakini hanya 30 persen.
“Tercatat bahwa penguasa laut Tiongkok seperti Koxinga memerintah lautan dan mempekerjakan ribuan wako dari Cina dan Korea dengan orang Jepang hanya sekitar 10% dari kelompok tersebut.”
Ming Shi, yang menjadi riwayat resmi dinasti Ming di Tiongkok, menyatakan bahwa sebagian besar bajak laut wako adalah orang Tiongkok.
Banyak pedagang resmi di Kekaisaran Tiongkok yang tidak puas dengan pembatasan dan pajak perdagangan yang diterapkan pemerintah Ming. “Sehingga mereka beralih ke kegiatan ilegal,” jelas Molly.
Molly menambahkan, Ada juga kelompok pedagang Portugis dan Korea berpengaruh yang beroperasi di daerah tersebut. “Para pedagang ini sering bekerja sama dengan para bajak laut dan membantu menyelundupkan barang masuk dan keluar dari Tiongkok.”
Selain itu, melihat bajak laut wako sebagai orang yang pada dasarnya jahat dan mengganggu juga bermasalah.
Ada beberapa kasus ketika bajak laut wako terlibat perdagangan yang legal dan damai. Di sisi lain, ada juga bukti bahwa para pedagang yang tadinya damai, sesekali terlibat dalam tindakan perompakan.
Terlepas dari semua ini, menurut Molly, Untuk waktu yang lama, para wako menyerang daerah-daerah di Jepang secara sporadis dan sering kali berdagang secara damai. “Ada dokumentasi yang mencatat wako, siapa pun mereka, sejak abad ketiga Masehi.”
Kiprah Wako di Perairan Asia
Menyitir Mark Cartwright dalam World History Encyclopedia, dalam kiprahnya, wako menjelajahi lautan di Asia Timur, mulai dari Korea hingga perairan di Indonesia.
Sebagai bajak laut, ia mengganggu para pedagang yang ditemui, menciptakan kehancuran pada masyarakat pesisir, dan menjual ribuan orang tak berdosa sebagai budak.
Tak berhenti di situ, disebutkan wako juga menyebabkan ketegangan yang signifikan dalam hubungan diplomatik antara Kekaisaran Jepang, Tiongkok, dan Korea.
“Memang, bajak laut sangat merusak reputasi Jepang di mata negara-negara tetangga mereka di Asia Timur pada abad pertengahan,” tulis Mark, seorang peneliti dan editor WHE sejak 2016.
“Hanya setelah panglima perang Toyotomi Hideyoshi (1582-1598 M) berhasil menyatukan Jepang bagian tengah, pemerintah akhirnya cukup kuat untuk secara efektif menangani momok bajak laut dan mengakhiri pemerintahan teror mereka,” imbuhnya.
Hilangnya Bajak Laut Wako
Tampaknya tidak ada akhir yang jelas dari bajak laut wako dan aktivitas mereka; sebaliknya, mereka tampaknya telah menghilang secara perlahan. Pada akhir abad ke-16, serangan sudah jarang terjadi. Akhirnya, catatan tentang bajak laut pun hilang sama sekali.
Ada banyak faktor yang menyebabkan kemunduran bajak laut wako. Menurut Molly, salah satu faktor penyebabnya adalah meningkatnya benteng pertahanan di daerah-daerah yang rentan di Kekaisaran Tiongkok
“Ada juga peningkatan dalam strategi angkatan laut, yang berarti para kapten lebih diperlengkapi untuk melawan bajak laut dan menangkap para pemimpin mereka,” terang Molly.
Juga, seperti apa yang telah disebutkan Mark sebelumnya, salah satu kemajuan yang paling berpengaruh dalam perang melawan bajak laut wako adalah penyatuan Jepang,
Bersatunya Jepang berarti lebih banyak uang dan kontrol yang lebih besar bagi pemerintah Kekaisaran Jepang. Kedua perkembangan ini membuat bajak laut wako lebih mudah ditangani.
Kesimpulannya, meskipun sulit untuk menentukan dengan tepat siapa sebenarnya bajak laut wako itu, jelas bahwa mereka terlibat dalam kegiatan yang sekarang ini kita sebut sebagai pembajakan.
“Meskipun mereka dikenal karena penjarahan dan kekerasan, ada juga bukti bahwa mereka terlibat dalam beberapa perdagangan damai, dan oleh karena itu sulit untuk menilai sifat aktivitas mereka secara keseluruhan.” pungkas Molly.