Periode Yayoi, Sejarah Klan Kekaisaran Jepang dan Samurai Dimulai

By Cicilia Nony Ayuningsih Bratajaya, Minggu, 4 Juni 2023 | 10:00 WIB
Replika rumah periode Yayoi di Jepang sekitar 400 SM hingga 300 M. (Public Domain)

Terukir pita relief figural dan dekoratif pada lonceng ini. Dotaku tampaknya tidak digunakan sebagai alat musik di Jepang. Melainkan dotaku digunakan untuk ritual pertanian bagi kesuburan dan hasil panen berlimpah. 

Pada sejarah peradaban ini perdagangan bukanlah hal yang utama atau prioritas. Akan tetapi pada Periode Yayoi, perdagangan berkembang dengan kota-kota yang memiliki sumber daya berharga dan pusat-pusat perdagangan menjadi permukiman terbesar.

Permukiman Yayoi terbesar yang ditemukan adalah pusat perdagangan bernama Asahi, terletak di Prefektur Aichi modern, dengan luas 200 hektar.

Masyarakat

“Pasokan bijih logam di Jepang pada zaman itu cukup terbatas, maka memiliki barang-barang logam menandakan status yang tinggi” komentar Hoang. Pada sejarah peradaban inilah masyarakat yang menggunakan sistem kelas muncul dengan terbentuknya sekitar 100 klan pada tahun 100 Masehi.

Ingin dominan, klan-klan ini saling berperang memperebutkan kekuasaan selama sisa periode ini. Meski klan-klan ini saling berkelahi, ada saatnya mereka juga membentuk aliansi yang kemudian membentuk kerajaan-kerajaan kecil cikal bakal kekaisaran Jepang untuk tujuan militer atau untuk kesuksesan ekonomi bersama. Di bawah kekuasan berbagai klan, pajak dikumpulkan dan sistem hukuman diciptakan.

Material lain yang menandakan status yang tinggi adalah sutra dan kaca yang diproduksi di Kyushu, pulau paling selatan di Jepang. Pria-pria berstatus tinggi biasanya memiliki istri lebih banyak daripada yang berstatus rendah.

Pada periode ini, sudah menjadi kebiasaan orang-orang berstatus lebih rendah untuk minggir ke sisi jalan dan memberi jalan pada mereka yang lebih superior secara sosial, kebiasaan ini berlanjut hingga abad ke-19 Masehi.

Kepercayaan

Berdasarkan bukti sejarah yang ditemukan, kepercayaan orang-orang Yayoi cukup berbeda dari orang-orang Jomon. Mereka memuja berbagai dewa dan menggelar ritual perayaan dalam rangka menghormati dewa-dewa ini.

Benda-benda perunggu seperti lonceng, cermin dan senjata kemungkinan digunakan khusus untuk tujuan upacara ritual. Kuburan dibagi antara masyarakat umum dan kaum elit. Orang-orang biasa dikuburkan bersama benda-benda milik mereka jika ada, sementara kaum elit dikuburkan terpisah dengan kuburan yang mewah berisi benda-benda upacara.

Kadang-kadang, setelah seseorang dikuburkan dan sudah tinggal tulang-belulang, orang-orang akan menggali tulang-tulang tersebut, mencucinya dan mengecatnya dengan oker (pewarna alami tertua) berwarna merah. Lalu menyimpannya di dalam toples dan menguburkannya lagi di dalam lubang besar yang terkadang memiliki parit.