Masa Depan Pangan: Perubahan Iklim Memengaruhi Signifikan Hasil Panen

By Ricky Jenihansen, Jumat, 9 Juni 2023 | 12:00 WIB
Di wilayah Picardy, Prancis, seorang relawan membantu memungut 500 kilogram kentang yang terlalu kecil untuk dipanen menggunakan mesin. Kentang-kentang ini akan bergabung bersama wortel, terung, dan sayur mayur pungutan dan sumbangan lainnya di Place de la République, Paris. Di sana para relawan ya (Brian Finke/National Geographic Magazine)

Nationalgeographic.co.id—Penelitian baru dari Tufts Univeristy telah menunjukkan, bahwa perubahan iklim telah memengaruhi signifikan hasil panen di Amerika Serikat dan Tiongkok. Mereka menemukan, bahwa cuaca ekstrem di daerah penghasil gandum AS dan Tiongkok meningkat drastis yang belum pernah terjadi sebelumnya.

Dunia semakin panas karena pemanasan global akibat perubahan iklim, menyebabkan pergeseran pola musim dan meningkatnya jumlah cuaca ekstrem seperti kekeringan parah dan gelombang panas. Pada gilirannya, kondisi tersebut dapat mempengaruhi hasil panen dan persediaan makanan.

Penelitian baru-baru ini dipimpin oleh seorang peneliti di Friedman School of Nutrition Science and Policy, Tufts University. Mereka menemukan, kemungkinan suhu ekstrem yang dapat mempengaruhi hasil panen telah meningkat secara signifikan di daerah penghasil gandum.

Hasil penelitian baru tersebut telah mereka jelaskan di jurnal Nature, npj climate and atmospheric science. Jurnal tersebut diterbitkan dengan judul "Potential for surprising heat and drought events in wheat-producing regions of USA and China" dan merupakan jurnal akses terbuka.

Temuan memprediksi gelombang panas yang terjadi kira-kira sekali setiap seratus tahun pada tahun 1981. Tapi sekarang, akibat perubahan iklim, cenderung terjadi setiap enam tahun sekali di AS Midwestern dan sekali setiap 16 tahun di Tiongkok Timur Laut.

Pekerjaan tersebut menunjukkan berbagai kondisi yang perlu dipersiapkan orang, bahkan jika itu belum terjadi.

“Catatan sejarah tidak lagi merupakan representasi yang baik dari apa yang dapat kita harapkan untuk masa depan,” kata Erin Coughlan de Perez, Profesor CBF di Sekolah Friedman Dignitas Associate Professor di Sekolah Friedman dan penulis utama makalah tersebut.

“Kita hidup dalam iklim yang berubah (perubahan iklim) dan orang-orang meremehkan kemungkinan hari ini untuk peristiwa ekstrem.”

Menurut laporan terbaru dari Panel Antarpemerintah tentang Perubahan Iklim, suhu permukaan global rata-rata dalam dekade terakhir adalah 1,1 derajat Celcius lebih tinggi daripada antara tahun 1850 dan 1900.

Untuk mengevaluasi bagaimana hal ini telah mengubah risiko cuaca ekstrem, Coughlan de Perez dan rekan-rekannya mengumpulkan sekelompok besar prakiraan musiman dari 40 tahun terakhir.

Mereka menggunakan ansambel ini untuk menghasilkan ribuan kemungkinan variasi suhu dan curah hujan, yang pada dasarnya menunjukkan semua hal yang dapat terjadi pada tahun tertentu.

Dengan metode ini, yang dikenal sebagai Unprecedented Simulated Extreme Ensemble atau pendekatan UNSEEN, para peneliti dapat memperkirakan kemungkinan frekuensi suhu ekstrem yang melebihi ambang kritis pertumbuhan gandum.