Periode Kofun, Sejarah Lubang Kunci Kuburan Kuno Kekaisaran Jepang

By Cicilia Nony Ayuningsih Bratajaya, Senin, 5 Juni 2023 | 22:00 WIB
Kamiichizumisanzai Kofun, kaum elit kekaisaran Jepang dimakamkan pada kuburan seluas ratusan meter. (Taro Hama @ e-kamakura)

Nationalgeographic.co.idSejarah Periode Kofun (250 – 538 M) ditandai munculnya Haniwa tembikar yang paling mengesankan. Haniwa merupakan silinder terakota yang dipahat tanpa ukiran, disusun diatas pemakaman untuk menandai batas kuburan kuno.

Pahatan berbentuk seperti figur prajurit, pelayan wanita, penari,  perahu, peralatan militer bahkan rumah. Figur itu dipercaya melambangkan pelayanan yang berkelanjutan di dunia lain.

Kuburan Bukit

Sekitar 250 Masehi muncul kebudayaan penguburan baru yang khas. Struktur kuburan kuno dibuat gundukan bilik, maka Kofun diartikan gundukan tua atau kuburan kuno . Melansir Britannica, ahli sejarah mencatat evolusi penguburan ini sudah terjadi pada akhir periode Yayoi.

Kaum elit bangsawan Kekaisaran Jepang membangun kuburan berbentuk gundukan bulat atau persegi panjang. Ratusan meter panjangnya dan secara khas diatas gundukan dibentuk ukiran lubang kunci yang besar.

Sebelum periode Kofun desain kuburan jauh lebih sederhana, mereka hanya menguburkan peti mati di puncak gundukan atau di dalam ruangan batu.

Melansir World History, Tony Hoang mengungkap sejarah "Semua barang ikut dikubur, orang yang paling berkuasa pada periode Kofun memiliki ribuan barang, senjata, pernak-pernik atau barang lain yang menunjukkan statusnya."

Beberapa kuburan kuno awalnya dibuat dari bukit alami tapi pada tahun 400 semakin banyak kuburan kuno yang dibuat dengan mebangun bukit diatas tanah datar dan memiliki parit.

Pada akhir periode Kofun, kuburan kuno yang dibangun di bukit menjadi lebih kecil tidak mencapai ratusan meter, panjangnya hanya sekitar 15 meter. Lebih banyak kuburan ini digunakan oleh orang-orang berstatus lebih rendah.

Kofun yang paling awal ditemukan di Honshu tengah di sekitar prefektur Kyoto modern, Nara, dan Osaka. Pemakaman ini berasal dari tahun-tahun awal abad ke-4 Masehi namun menyebar ke Kyushu di selatan dan ke wilayah-wilayah sebelah utara dan timur Honshu pada akhir abad ke-4 Masehi. Bentuk desain kuburan kuno ini mencirikan status dan wilayah.

Tembikar

Benda-benda tembikar yang digunakan untuk kebutuhan sehari-hari dibuat degan gaya Sueki. Gaya Sueki menunjukkan teknologi pembuatan tembikar periode Kofun yang lebih maju dibandingkan pada periode Jomon dan Yayoi.

Bahan tembikar menggunakan tanah liat yang dibentuk menggunakan meja putar dan dibakar di tungku pada suhu sekitar 1000 sampai 1200 derajat Celcius, suhu yang sama untuk membakar tembikar di zaman modern.

Sejarah Periode Kofun (250 – 538 M) ditandai munculnya Haniwa tembikar silinder terakota, digunakan sebagai batas kuburan kuno. (gyro)

Teknologi

Teknologi pertanian periode Kofun menggunakan sistem irigasi yang lebih kompleks. Sawah-sawah mulai dibuat di tempat yang lebih tinggi, sehingga dapat mengaliri air.

Sejarah peradaban logam beralih dari perunggu digantikan oleh besi yang digunakan untuk perkakas dan senjata. "Sebab saat itu timah yang digunakan sebagai bahan pembuatan benda yang terbuat dari perunggu sudah semakin langka. Sementara besi bayak ditemukan dan diolah menjadi baja yang jauh lebih kuat" ungkap Hoang.

Shinto

Sebenarnya akar agama Shinto sudah dimulai sejak periode Yayoi saat pemujaan dewa-dewa pertama kali dipraktikkan. Kata Shinto diterjemahkan sebagai “jalan para dewa”.

Ajaran Shinto berfokus pada pelaksanaan ritual yang rajin dilakukan untuk memelihara gaya hidup yang layak dan menjaga hubungan dengan para dewa yang disebut Kami. Kami adalah dewa atau roh yang mewujudkan kekuatan alam seperti lautan, matahari, angin, badai, bulan.

Kami sebagian besar diasosiasikan dengan alam, bahkan terkadang benda, beberapa adalah orang, hidup atau mati, jika mereka memiliki status yang layak seperti kaisar, pejuang, atau orang-orang hebat.

Awalnya tidak ada bangunan khusus pemujaan seperti kuil yang dibutuhkan untuk memuja Kami. Doa dan pemujaan bisa dilakukan oleh siapapun di udara bebas atau di tempat-tempat keramat seperti di hutan. Baru setelahnya Kami disembah di bangunan pemujaan atau kuil-kuil oleh pemimpin klan atau pendeta.

Bangunan pemujaan Shinto ini ditandai dengan sebuah gerbang torii. Kami  dipercaya hidup mendiami patung atau sosok yang mewakili mereka.

Kebangkitan Yamato

Sebelum klan Yamato berkuasa penuh, terjadi konflik perebutan kekuasaan antara klan. Mereka menjadi lawab sekaligus membentuk aliansi. Berbagai taktik strategi digunakan untuk mencapai tujuan mereka, namun tidak satu klan pun yang mendapat kekuatan yang sama.

Pada abad ke-5 Masehi, salah satu keluarga dari klan – klan ini bangkit mendominasi pulau Honshu dan Kyushu. Daerah kekuasaan asli mereka adalah prefektur Kyoto modern, Nara, dan Osaka. Setiap klan dipimpin oleh tokoh tetua laki-laki.

Pemimpin klan selain memimpin upacara untuk menghormati Kami, harus memastikan kesejahteraan klan dan keberlangsungan kekuasaan mereka. Anggota klan adalah aristokrat yang pada akhir periode akan bangkit dan menjadi awal mula keluarga kerajaan Kekaisaran Jepang.

Kemampuan megatur orang-orang mereka yang efektif membuat klan Yamato menjadi kekuatan militer yang efektif. Meski klan Yamato dikenal memiliki supremasi militer selama periode ini, klan Yamato menghindari konflik perang dan lebih kepada membangun aliansi dengan klan lain.

Mereka memberikan tawaran dan posisi dalam sistem politik, dan tidak membiarkan itu gagal. Mereka mengancam dan memaksa klan lain untuk sepakat.

Klan Soga, Mononobe, Nakatomi, Kasuga, Ki, Ototmo dan Haji adalah pendukung klan Yamato yang disebut uji. Klan-klan tersebut diberi peringkat atau gelar sesuai tingkat kekerabatan atau pelayanan mereka.

Dibawah uji adalah kelompok be yang merupakan kelompok pekerja yang terdiri dari pembuat kertas, juru tulis, dan pandai besi.

Imigran dari Tiongkok dan Korea yang memiliki kemampuan dalam pekerjaan yang diinginkan, seperti pengolahan logam atau pembuatan kertas termasuk didalam uji dan be.

Sementara kelompok yang paling bawah adalah kelompok budak, bagian dari kelompok ini adalah tawanan perang.

Hubungan dengan Tiongkok dan Korea

Berdasarkan catatan sejarah, dipercaya bahwa klan Yamato membangun hubungan diplomatik dengan kerajaan Baekje kekaisaran Korea. Pada tahun 366 Kekaisaran Jepang memiliki pos militer di selatan. Namun, di tahun 562 diusir kerajaan Silla.

Berdasarkan catatan sejarah kekaisaran Tiongkok, lima raja kekaisaran Jepang mengirimkan upeti untuk Tiongkok.

Sementara kekaisaran Tiongkok menerima upeti dari kekaisaran Jepang melalui Korea. Imigran dari Tiongkok dan Korea yang memiliki kemampuan dan pengetahuan dihargai orang Jepang untuk meningkatkan kebudayaan kekaisaran Jepang.