Sejarah Yakuza di Kekaisaran Jepang, Benarkah Berasal dari Samurai?

By Sysilia Tanhati, Kamis, 15 Juni 2023 | 07:00 WIB
Sejarah yakuza membentang selama lebih dari 300 tahun di Kekaisaran Jepang. Banyak pertanyaan seputar asal-usul mereka. Menilik dari beberapa kemiripan, benarkah yakuza berasal dari kelas samurai? (Suzuki Kinsen)

Nationalgeographic.co.idYakuza, juga disebut boryokudan atau gokudo, adalah gangster Jepang. Di Kekaisaran Jepang dan di tempat lain, istilah yakuza merujuk pada gangster dengan kelompok dan kejahatan yang terorganisir.

Yakuza mengadopsi ritual seperti samurai dan sering memiliki tato tubuh yang rumit. Namun apakah ini menunjukkan bahwa asal-usul mereka bisa ditelusuri dari samurai?

Yakuza kerap terlibat dalam pemerasan, penyelundupan, prostitusi, perdagangan narkoba, perjudian, lintah darat, dan kejahatan lainnya.

Mengutip dari laman Britannica, yakuza mengendalikan banyak restoran, bar, perusahaan angkutan truk, agen pencari bakat, armada taksi, dan pabrik. Mereka juga terlibat dalam kegiatan kriminal di seluruh dunia.

Benarkah yakuza berasal dari kelas samurai?

Kata yakuza (tidak berguna) diyakini berasal dari tangan yang tidak berharga dalam permainan kartu Jepang yang mirip dengan baccarat atau blackjack: kartu ya-ku-sa (delapan-sembilan-tiga). Bila ketiga kartu itu dijumlahkan, maka akan memberikan total kemungkinan terburuk.

Asal usul yakuza sendiri sulit ditentukan. Ada banyak perkiraan soal asal mereka.

Pertama, yakuza diperkirakan berasal dari gerombolan ronin (samurai tak bertuan) yang berubah menjadi bandit di abad ke-17. Yakuza membawa pedang seperti samurai, juga meniru struktur hirarki yang dimiliki oleh samurai. Namun bukan berarti itu menunjukkan bahwa yakuza berasal dari kelas samurai.

Silsilah mereka juga dapat ditelusuri ke kelompok penipu dan penjudi di periode feodal Jepang.

Yakuza di era Keshogunan Tokugawa

Yakuza berasal dari era Keshogunan Tokugawa (1603 - 1868) dengan dua kelompok orang buangan yang terpisah. Yang pertama dari kelompok itu adalah tekiya, pengembara yang berkeliling dari desa ke desa. Kelompok ini menjual barang-barang berkualitas rendah di festival dan pasar.

Banyak tekiya berasa dari kelas sosial burakumin, sekelompok orang buangan. Kelompok buangan ini sebenarnya berada di bawah struktur sosial feodal Jepang bertingkat empat, mirip dengan kasta dalit di India.

Pada awal 1700-an, tekiya mulai mengorganisir diri menjadi kelompok-kelompok yang erat di bawah kepemimpinan bos.

“Kelompok ini kemudian diperkuat oleh buronan dari kelas yang lebih tinggi,” tulis Kallie Szczepanski di laman Thoughtco.

Karena itu, tekiya mulai berpartisipasi dalam kegiatan kejahatan terorganisir yang khas seperti perang antar wilayah.

Tekiya juga kadang berfungsi sebagai “penjaga keamanan” yang melindungi satu wilayah.

Dalam tradisi yang berlanjut hingga hari ini, tekiya sering berfungsi sebagai penjaga keamanan selama festival Shinto. Mereka bahkan menjaga kios di festival dengan imbalan sejumlah uang.

Antara tahun 1735 dan 1749, pemerintahan shogun berusaha meredakan perang geng antara berbagai kelompok tekiya.

Shogun juga mengurangi jumlah penipuan yang dilakukan oleh tekiya dengan menunjuk oyabun atau bos. Jadi bila ada kerusuhan, maka sang oyabun diberi sanksi resmi.

Oyabun diizinkan menggunakan nama keluarga dan membawa pedang. Hal ini merupakan suatu kehormatan yang sebelumnya hanya diperbolehkan bagi samurai.

Oyabun secara harfiah berarti orang tua asuh, menandakan posisi bos sebagai kepala keluarga tekiya mereka.

Kelompok kedua yang memunculkan yakuza adalah bakuto atau penjudi. Perjudian dilarang keras selama masa Tokugawa dan tetap ilegal di Jepang hingga hari ini.

Bakuto pun memutar otak agar bisa terus berjudi. Mereka sering memakai tato warna-warni di sekujur tubuh mereka.

Pada akhirnya, tradisi itu mengarah pada kebiasaan menato seluruh tubuh untuk yakuza modern. Dari bisnis inti mereka sebagai penjudi, bakuto secara alami bercabang menjadi rentenir dan beragam kegiatan ilegal lainnya.

Bahkan saat ini, geng yakuza tertentu mengidentifikasi diri mereka sebagai tekiya atau bakuto. Bagaimana menentukannya?

“Hal itu tergantung pada bagaimana mereka menghasilkan sebagian besar uang mereka,” tambah Szczepanski.

Mereka juga mempertahankan ritual yang digunakan oleh kelompok sebelumnya sebagai bagian dari upacara inisiasi.

Yakuza modern di Kekaisaran Jepang

Sejak akhir Perang Dunia II, geng yakuza kembali populer setelah jeda selama perang.

Pemerintah Jepang memperkirakan pada tahun 2007 terdapat lebih dari 102.000 anggota yakuza yang bekerja di Jepang dan luar negeri, dalam 2.500 keluarga berbeda.

Diskriminasi terhadap burakumin telah diakhiri secara resmi pada tahun 1861, lebih dari 150 tahun kemudian.

Namun, banyak anggota geng yakuza adalah keturunan dari kelas orang buangan tersebut. Lainnya adalah etnis Korea, yang juga menghadapi banyak diskriminasi dalam masyarakat di Kekaisaran Jepang.

Ciri khas yakuza

Salah satu ciri khas yakuza adalah tato di sekujur tubuh yang dibuat dengan bambu tradisional atau jarum baja.

Anggota yakuza biasanya melepas baju mereka saat bermain kartu. Saat itu, yakuza memamerkan seni tubuh mereka, mengacu pada tradisi bakuto. Namun bila mereka berada di tempat umum, yakuza menutupi tatonya dengan pakaian berlengan panjang.

Salah satu ciri khas yakuza adalah tato di sekujur tubuh yang dibuat dengan bambu tradisional atau jarum baja. Anggota yakuza biasanya melepas baju mereka saat bermain kartu. Saat itu, yakuza memamerkan seni tubuh mereka. (Felice Beato)

Ciri lainnya adalah tradisi yubitsume atau pemotongan ruas jari kelingking. Yubitsume dilakukan sebagai permintaan maaf ketika seorang anggota yakuza menentang atau membuat bosnya tidak senang.

Pihak yang bersalah memotong sendi atas jari kelingking kirinya dan menyerahkannya kepada sang pemimpin. Pelanggaran tambahan akan menyebabkan hilangnya sendi lainnya.

Kebiasaan ini berasal dari zaman Tokugawa. Mengapa harus pemotongan jari?

Hilangnya sendi jari membuat cengkeraman pedang gangster lebih lemah. Maka secara teoritis, hal itu membuatnya lebih bergantung pada anggota kelompok lainnya untuk perlindungan. Saat ini, banyak anggota yakuza memakai ujung jari palsu agar tidak mencolok.

Upaya pemerintah Jepang memberantas yakuza

Sindikat yakuza terbesar yang beroperasi saat ini adalah Yamaguchi-gumi. Sindikat itu mencakup sekitar setengah dari semua yakuza aktif di Jepang, yaitu sekitar 8.200 anggota.

Sumiyoshi-kai, yang berasal dari Osaka, memiliki sekitar 4.200 anggota. Dan Inagawa-kai, dari Tokyo dan Yokohama, dengan 3.300 anggota.

Geng terlibat dalam kegiatan kriminal seperti penyelundupan narkoba internasional, perdagangan manusia, dan penyelundupan senjata.

Namun, mereka juga memegang sejumlah besar saham di perusahaan besar yang sah. Bahkan beberapa kelompok memiliki hubungan dekat dengan dunia bisnis Jepang, sektor perbankan, dan real estate.

Pemerintah Jepang telah menindak geng-geng tersebut dalam beberapa dekade terakhir.

Pada Maret 1995, disahkan undang-undang anti-pemerasan baru. Pada 2008, Bursa Efek Osaka membersihkan semua perusahaan terdaftarnya yang memiliki hubungan dengan yakuza.

Sejak 2009, polisi di seluruh negeri telah menangkap bos yakuza dan menutup bisnis yang bekerja sama dengan geng tersebut.

Meskipun polisi melakukan upaya serius untuk menekan aktivitas yakuza di Jepang, tampaknya sindikat tersebut tidak akan hilang sama sekali.

Bagaimanapun, mereka telah bertahan selama lebih dari 300 tahun. Bahkan yakuza terkait erat dengan banyak aspek masyarakat dan budaya Jepang.