Nationalgeographic.co.id—Meski tidak sebanyak pria, para wanita di Kekaisaran Jepang juga menjadi prajurit samurai dan ikut bertempur. Ada banyak samurai wanita yang menorehkan sejarah di Kekaisaran Jepang berkat perjuangannya. Salah satunya adalah Nakano Takeko.
Ia lahir pada tahun 1847. Meski orang tuanya berasal dari Aizu, Nakano Takeko dibesarkan di Edo. Di sana dia mulai berlatih seni bela diri pada usia 6 tahun.
Wanita dari kelas samurai sangat terlatih dalam seni bela diri
“Sebagai seorang gadis muda, ia diadopsi oleh seorang ahli pedang bernama Akaoka Daisuke,” tulis Ellen Lloyd di laman Ancient Pages. Nakano Takeko menerima pendidikan sastra, tapi keterampilan bertarungnya yang kelak membuatnya terkenal.
Keahliannya dalam menggunakan naginata sangat luar biasa dan mengesankan. Karena itu, Nakano Takeko bekerja sebagai instruktur naginata selama beberapa tahun.
Perlu diingat bahwa pelatihan seni bela diri untuk wanita jelas tidak biasa di Kekaisaran Jepang saat itu. Dari zaman kuno hingga abad ke-17, beberapa wanita menjadi terkenal karena keberaniannya yang luar biasa. “Terlepas dari sistem sosial feodal di Kekaisaran Jepang,” tambah Lloyd.
Selama berabad-abad, ada tradisi melatih wanita untuk berperang. Mereka diajarkan keahlian untuk membela diri jika terjadi serangan tanpa kehadiran suami atau saudara laki-laki. Wanita dari kelas samurai sangat terlatih dalam seni bela diri untuk mempersiapkan mereka menghadapi keadaan darurat.
Lahir di tengan keluarga samurai, wajar jika Nakano Takeko berlatih seni bela diri berjam-jam setiap hari.
Nakano Takeko menolak pernikahan dan memilih untuk bertempur
Ketika guru seni bela dirinya Akaoka Daisuke ingin menikahkannya dengan kerabatnya, Nakano Takeko pergi. Ia kembali ke orang tua kandungnya. Menolak menikah adalah penghinaan bagi pria itu. Tapi Nakano Takeko memiliki rencana lain selain menghabiskan hidupnya sebagai istri dan calon ibu.
Nakano Takeko hidup ketika perang saudara antara dua faksi terjadi di Kekaisaran Jepang. Faksi itu adalah penguasa Keshogunan Tokugawa dan mereka yang berusaha mengembalikan kekuasaan politik ke istana kekaisaran.
Klan Aizu, cabang Tokugawa dari sekitar kota Aizu-Wakamatsu, lebih hancur alih-alih membiarkan restorasi Kekaisaran Jepang terjadi. Mereka tidak rela Keshogunan Tokugawa berakhir.