Di tengah pensiunnya, John Hessing bertugas sebagai Komandan Benteng Agra selama sisa-sisa hidupnya.
Masalahnya, dalam sejarah India, Kekaisaran Maratha punya masalah dengan Inggris dalam rangkaian Perang Anglo-Maratha (1775-1843). Sampai akhirnya, Angkatan Darat Inggris menginvasi benteng tersebut pada tahun 1803.
Pertempuran itu pecah karena Kekaisaran Maratha di India menekankan adaptasi dalam industri persenjataannya.
Adaptasi yang mereka lakukan cenderung canggih dengan melibatkan produsen lokal di India.
Belum lagi, Kekaisaran Maratha lebih terbuka oleh kehadiran bangsa-bangsa lain dibandingkan kekaisaran lain dalam sejarah India, termasuk seperti John Hessing—yang merupakan musafir Belanda—menjadi pelayan kaisarnya.
Kekaisaran Maratha di bawah dinasti Scindia memiliki tentara bayaran yang berasal dari berbagai bangsa.
Selain John Hessing dari Belanda, ada Jacob dari Armenia, Smith bersaudara dari Inggris, dan sebagainya.
Di luar itu, keterbukaan inilah yang membuat perkembangan industri persenjataan dalam sejarah India pada masa Kekaisaran Maratha terjadi.
Kekaisaran Maratha juga membentuk pasukan terbaik di India pada masanya, terdiri dari 27.000 orang yang disebut sebagai 'Deccan Invincibles'. Pasukan jenis ini menggunakan pasokan senjata Kekaisaran Maratha yang ada di Agra.
Langkah yang diambil oleh Kekaisaran Maratha pada masa ini mengancam Perusahaan India Timur Inggris (EIC). Inggris pun sering berkonflik dengan Kekaisaran Maratha.
Pada beberapa pertempuran, Inggris hampir kalah karena persenjataan Kekaisaran Maratha nyaris mengungguli miliknya.
Kembali lagi pada kondisi Benteng Agra, George Hessing menyadari posisi ayahnya terancam oleh serdadu Inggris. Dia sempat mengerahkan empat batalyon pasukannya ke Agra, tepat sebelum Pertempuran Ujjain yang penting dalam sejarah India.