Ketika Kaum Muda di Sigi Berbincang Soal Masa Depan dan Alam

By Sheila Respati, Selasa, 27 Juni 2023 | 14:56 WIB
mahasiswa harus memiliki kepiawaian untuk menghadapi tantangan di masa depan. (DOK. National Geographic Indonesia/Joshua Marunduh)

Sementara itu, Mohamad Mas’ud sebagai anak muda yang terlibat mengelola sampah melalui Bank Sampah Mpanau mengatakan bahwa peluang bisa datang dari kegiatan tersebut. Volume sampah di beberapa desa padat penduduk, menurut dia mencapai 200 ton per tahun.

Dari bank sampah yang dikelolanya itu, aku Mas'ud ia bisa mengambil dua pelajaran. Pertama, menjadi bagian dari kelompok dan individu yang ikut berkontribusi menciptakan lingkungan lestari. Kedua, dari sampah ia mendapatkan penghasilan. Sayang, ia tak merinci pendapatan yang diperolehnya dari usaha yang digelutinya mulai pascagempa 2018 itu.

Baca Juga: Kopi dan Durian, Pemantik Asa Petani di Desa Dombu

“Setelah secara intens mengelola Bank Sampah Mpanau sejak 2020, saya sadat ternyata sampah bisa bernilai bahkan mendatangkan uang buat saya dan komunitas. Namun, masih ada kendala yaitu bagaimana sampah-sampah ini bisa dikelola dengan pola bisnis dan manajemen yang baik,” cerita Mas’ud.

Sedangkan Irjik Abdul Gani, mewakili Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sigi, mengaku pembangunan lestari telah menjadi bagian integral dari kebijakan pemkab. Dalam uraian program SKPD teknis menurut dia, kegiatan yang berorientasi pembangunan hijau dengan mudah dapat ditemukan.

Usai diskusi, mahasiswa dengan didampingi Tim Pijar Foundation melakukan diskusi terfokus (FGD). Mereka terbagi dua kelompok, yakni usaha bisnis lestari dan pengelolaan sampah.

Aspirasi kaum muda Sigi yang berkembang dalam diskusi terfokus tersebut akan disampaikan kepada otoritas setempat. Mayoritas aspirasi yang mengemuka pada diskusi tersebut adalah hasrat mereka untuk memperoleh lingkungan hidup yang sehat.

(Kontributor foto: Joshua Marunduh/Teks: Yardin Hasan)