Ketika Kaum Muda di Sigi Berbincang Soal Masa Depan dan Alam

By Sheila Respati, Selasa, 27 Juni 2023 | 14:56 WIB
mahasiswa harus memiliki kepiawaian untuk menghadapi tantangan di masa depan. (DOK. National Geographic Indonesia/Joshua Marunduh)

Nationalgeographicindonesia.co.id -- Pagi itu, Sabtu (24/6/2023), sekitar 100 mahasiswa Universitas Islam Negeri Datokarama Sigi berbondong-bondong datang untuk menghadiri diskusi mengenai pembangunan berbasis alam.

 Diskusi bertajuk “Townhall Muda” tersebut berlangsung di Aula Rektorat Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan (FTIK) UIN Datokarama Sigi, Sulawesi Tengah. Diskusi tersebut diselenggarakan dengan menggandeng Generasi Lestari dan Pijar Foundation.

Bersama dua lembaga tersebut, mahasiswa UIN Datokarama Sigi berbincang mengenai masa depannya dan kelestarian alam yang menjadi salah satu penentunya. Townhall Muda merupakan bagian dari rangkaian acara Festival Lestari 5 yang digelar oleh Lingkar Temu Kabupaten Lestari (LTKL) yang tahun ini dtuanrumahi oleh Kabupaten Sigi.

Townhall Muda menampilkan tiga pembicara, yakni Sekretaris Badan Perencanaan, Pembangunan, dan Pengembangan Daerah Sigi Irjik Abdul Goni, Analis Keuangan dari Hanna Indonesia Mardiah, dan perwakilan Bank Sampah Mpanau Mohamad Mas’ud.

Pada kesempatan tersebut, Mardiah mengatakan bahwa Indonesia akan menikmati bonus demografi pada 2045. Masyarakat dengan usia muda dan produktif, seperti mahasiswa memiliki peran penting dalam pembangunan ke depan, terutama yang berbasis keberlanjutan.

Menurutnya, mahasiswa harus memiliki kepiawaian untuk menghadapi tantangan di masa depan. Terlebih, pada era digital, kecerdasan buatan dan perkembangan teknologi yang masif menjadi tantangan.

Baca Juga: Festival Lestari 5, Langkah Menguatkan Perda Sigi Hijau

“Saat ini, kehidupan manusia modern dituntut untuk tetap mengingat basic nature. Mahasiswa memiliki peran sebagai pemain dalam ekonomi lestari yang sedang jadi tren di dunia,” ujarnya.

Menurut Mardiah, untuk urusan keuangan, mahasiswa bisa mengalokasikannya untuk menabung dan memiliki usaha yang berbasis alam.

“Bentangan alam Sigi yang eksotik bisa menjadi peluang. Sebagai digital native, mahasiswa semestinya tidak sulit untuk mengisi peluang menjadi pemain penting dalam mempromosikan ekonomi lestari. Perangkat mobile yang ada di tangan masing-masing bisa jadi modal,” jelas Mardiah.

Anak muda di Kota Palu, serta Kabupaten Sigi dan Donggala, kata Mardiah, punya pengalaman yang menjadi modal sosial untuk menghadapi masa depan. Pada 2018, wilayah tempat tinggalnya diguncang gempa dan likuifaksi. Menyusul pada 2020 badai Covid-19 menyerang. Sesudahnya, dunia global dibayangi resesi ekonomi.

“Ini adalah modal sosial yang beharga, karena ternyata generasi muda di Sigi, mampu melewati dua hal tersebut,” ucapnya.

Sementara itu, Mohamad Mas’ud sebagai anak muda yang terlibat mengelola sampah melalui Bank Sampah Mpanau mengatakan bahwa peluang bisa datang dari kegiatan tersebut. Volume sampah di beberapa desa padat penduduk, menurut dia mencapai 200 ton per tahun.

Dari bank sampah yang dikelolanya itu, aku Mas'ud ia bisa mengambil dua pelajaran. Pertama, menjadi bagian dari kelompok dan individu yang ikut berkontribusi menciptakan lingkungan lestari. Kedua, dari sampah ia mendapatkan penghasilan. Sayang, ia tak merinci pendapatan yang diperolehnya dari usaha yang digelutinya mulai pascagempa 2018 itu.

Baca Juga: Kopi dan Durian, Pemantik Asa Petani di Desa Dombu

“Setelah secara intens mengelola Bank Sampah Mpanau sejak 2020, saya sadat ternyata sampah bisa bernilai bahkan mendatangkan uang buat saya dan komunitas. Namun, masih ada kendala yaitu bagaimana sampah-sampah ini bisa dikelola dengan pola bisnis dan manajemen yang baik,” cerita Mas’ud.

Sedangkan Irjik Abdul Gani, mewakili Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sigi, mengaku pembangunan lestari telah menjadi bagian integral dari kebijakan pemkab. Dalam uraian program SKPD teknis menurut dia, kegiatan yang berorientasi pembangunan hijau dengan mudah dapat ditemukan.

Usai diskusi, mahasiswa dengan didampingi Tim Pijar Foundation melakukan diskusi terfokus (FGD). Mereka terbagi dua kelompok, yakni usaha bisnis lestari dan pengelolaan sampah.

Aspirasi kaum muda Sigi yang berkembang dalam diskusi terfokus tersebut akan disampaikan kepada otoritas setempat. Mayoritas aspirasi yang mengemuka pada diskusi tersebut adalah hasrat mereka untuk memperoleh lingkungan hidup yang sehat.

(Kontributor foto: Joshua Marunduh/Teks: Yardin Hasan)