Menilik Romantisisme: Merayakan Perasaan dan Menghadirkan Keindahan

By Tri Wahyu Prasetyo, Sabtu, 15 Juli 2023 | 08:00 WIB
(Tate)

Komposer seperti Giuseppe Verdi dan Richard Wagner menulis pertunjukan yang mengharukan dan memukau para penonton. 

Kisah Tragis dalam Romantisisme

(Tate Britain)

Banyak dari tokoh-tokoh Romantis awal menjalani kehidupan tragis dan kesepian yang ditandai dengan kemiskinan, penyakit, dan kecanduan. Tak sedikit dari mereka yang meninggal di usia muda, jauh sebelum masa kejayaannya.

Percy Bysshe Shelley meninggal pada usia 29 tahun dalam sebuah ekspedisi kapal layar, sementara John Keats baru berusia 25 tahun saat meninggal karena tuberkulosis. Pada tahun 1856, Henry Wallis melukis penyair Inggris Thomas Chatterton yang bunuh diri pada usia 17 tahun. 

Wallis menganggap lukisannya sebagai kritik terhadap perlakuan masyarakat terhadap seniman. Karena ditolak, penyair muda ini memilih kematian, yang baginya tampak lebih manis daripada kehidupan.

“Ia adalah karakter melankolis yang tersiksa dan sempurna yang disukai oleh kaum Romantik,” kata Julia.

Dalam citra Romantis, kematian dan cinta tampak tidak dapat dipisahkan. Dalam lukisan Vafflard, Edward Young dipaksa mengubur putri kesayangannya, merupakan siksaan psikologis yang berat.

(Public Domain/Wikimedia Commons)

Sublimasi dari keinginan untuk mencintai menjadi keinginan untuk mati sangat jelas terwakili dalam “Sappho di Leucate”, karya Antoine-Jean Gros. Karena cintanya yang tak terbalas, digambarkan Sappho melemparkan dirinya ke dalam kematian.

Bagi kaum Romantik, kematian secara paradoks muncul sebagai alternatif dari kehidupan yang penuh penderitaan dan kekecewaan.

Penggambaran kematian dalam Romantisisme bukanlah sesuatu yang mengerikan atau menjijikan. Kematian dihubungkan dengan cinta, yang kemudian ditampilkan sebagai sesuatu yang indah.