Menilik Romantisisme: Merayakan Perasaan dan Menghadirkan Keindahan

By Tri Wahyu Prasetyo, Sabtu, 15 Juli 2023 | 08:00 WIB
(Tate)

Nationalgeoraphic.co.id - Seperti apa Romantisisme? Bayangkan badai laut yang dahsyat dari Turner, atau drama gemuruh dari Beethoven, barangkali Anda akan mendapatkan gambarannya.

Muncul pada akhir abad ke-18, Romantisisme adalah gaya yang luas mencakup musik, sastra, puisi, dan seni-seni lainya. Sebagai tandingan seni klasik, Romantisisme sarat akan kemegahan, serta ekspresi individu yang kuat dan meluap-luap.

Dilansir dari laman The Collector, Romantisisme dimulai sebagai fenomena sastra di Inggris. Gerakan tersebut dipimpin oleh penyair William Blake, William Wordsworth, dan Samuel Taylor Coleridge.

Para penulis ini menolak rasionalisme ilmiah dari periode Pencerahan. Sebaliknya, mereka menekankan kepekaan emosional dari masing-masing seniman.

Para seniman Romantisisme sering menggarap tema-tema cinta yang tak berbalas atau kisah cinta mereka yang hilang. Tak melulu romansa, karya-karya mereka sering kali merespons tentang alam.

Selain itu, artis-artis Romantisisme juga menggarap tema kematian sebagai ekspresi perasaan batin. 

“Gerakan Romantis, yang bercita-cita untuk topik-topik yang misterius, tetapi menarik, menjadikan kematian sebagai salah satu tema favoritnya,” terang Julia Guillot, seorang Sarjana Sejarah Seni, di Universitas Sorbonne, Paris. 

Lukisan dalam Gerakan Romantisisme

( Humburger Kunsthalle)

Sama seperti teman-teman sastrawan mereka, para seniman Romantis mengambil inspirasi dari alam. Mereka menekankan keindahannya yang mengagumkan dan luhur, serta ketidakberartian manusia di bawahnya.

Lukisan pelukis Jerman Caspar David Friedrich, “Wanderer Above the Sea of Fog” (1818), adalah salah satu lambang seni Romantis yang paling ikonik. 

Seniman terkenal lainnya adalah pelukis lanskap Inggris, JMW Turner dan John Constable. Keduanya menikmati keajaiban awan dan badai yang liar dan tidak dapat dijinakkan.

Di Prancis, Eugene Delacroix adalah pemimpin seni Romantik, yang melukiskan subjek-subjek yang berani, heroik, dan megah.

Menurut Shelley Esaak, pada laman ThougthCo., Lukisan-lukisan dari periode Romantis adalah bubuk emosional. “Para seniman mengekspresikan sebanyak mungkin perasaan dan gairah yang dapat dimuat ke dalam kanvas.”

Dalam Romantisisme, menurut Shelley, sebuah pemandangan harus membangkitkan suasana hati, sebuah adegan kerumunan harus menunjukkan ekspresi di setiap wajah.

“Lukisan binatang harus menggambarkan beberapa sifat, terutama yang megah, dari binatang tersebut,” imbuhnya.

Hanya dengan sentuhan-sentuhan kecil, atmosfer kepolosan, kegilaan, kebajikan, kesepian, altruisme, atau keserakahan, dapat digambarkan oleh para seniman Romantisisme.

Romantisisme sebagai Gaya Musik dan Opera

Ludwig Beethoven. (HISFU)

Komponis Jerman, Ludwig Beethoven, adalah salah satu orang pertama yang mengeksplorasi gaya musik Romantik. Beethoven dianggap telah menjembatani antara periode klasik dan Romantik.

Beethoven mulai menulis karya-karya yang jauh lebih luas dan ambisius. Ia juga menantang dan menjauh dari aturan-aturan ketat yang dibuat oleh komposer seperti Mozart dan Haydn.

Ia berfokus pada ekspresi drama dan emosi yang kuat. Dengan suara-suara baru yang berani dan eksperimental, ia menciptakan beberapa melodi yang paling ikonik sepanjang masa.

Sonata piano dan simfoni orkestra Beethoven kemudian memengaruhi banyak generasi komposer setelahnya, termasuk Franz Schubert, Robert Schumann, dan Felix Mendelssohn.

Dalam seni opera, Era Romantik sering dianggap sebagai “zaman keemasan” di sebagian besar wilayah di Eropa. Meskipun sudah ada sejak periode barok, opera benar-benar melejit pada abad ke-19. 

Komposer seperti Giuseppe Verdi dan Richard Wagner menulis pertunjukan yang mengharukan dan memukau para penonton. 

Kisah Tragis dalam Romantisisme

(Tate Britain)

Banyak dari tokoh-tokoh Romantis awal menjalani kehidupan tragis dan kesepian yang ditandai dengan kemiskinan, penyakit, dan kecanduan. Tak sedikit dari mereka yang meninggal di usia muda, jauh sebelum masa kejayaannya.

Percy Bysshe Shelley meninggal pada usia 29 tahun dalam sebuah ekspedisi kapal layar, sementara John Keats baru berusia 25 tahun saat meninggal karena tuberkulosis. Pada tahun 1856, Henry Wallis melukis penyair Inggris Thomas Chatterton yang bunuh diri pada usia 17 tahun. 

Wallis menganggap lukisannya sebagai kritik terhadap perlakuan masyarakat terhadap seniman. Karena ditolak, penyair muda ini memilih kematian, yang baginya tampak lebih manis daripada kehidupan.

“Ia adalah karakter melankolis yang tersiksa dan sempurna yang disukai oleh kaum Romantik,” kata Julia.

Dalam citra Romantis, kematian dan cinta tampak tidak dapat dipisahkan. Dalam lukisan Vafflard, Edward Young dipaksa mengubur putri kesayangannya, merupakan siksaan psikologis yang berat.

(Public Domain/Wikimedia Commons)

Sublimasi dari keinginan untuk mencintai menjadi keinginan untuk mati sangat jelas terwakili dalam “Sappho di Leucate”, karya Antoine-Jean Gros. Karena cintanya yang tak terbalas, digambarkan Sappho melemparkan dirinya ke dalam kematian.

Bagi kaum Romantik, kematian secara paradoks muncul sebagai alternatif dari kehidupan yang penuh penderitaan dan kekecewaan.

Penggambaran kematian dalam Romantisisme bukanlah sesuatu yang mengerikan atau menjijikan. Kematian dihubungkan dengan cinta, yang kemudian ditampilkan sebagai sesuatu yang indah.