Alkisah, Pygmalion, seorang pemahat Siprus jatuh cinta patungnya, Galatea. Pada akhirnya, Aphrodite, sang dewi cinta, memenuhi keinginannya dan menjadikan patung itu hidup.
Kisah Pygmalion dan Galatea adalah salah satu kisah klasiki yang paling populer. Kisah ini telah mempengaruhi berbagai karya sastra dan menginspirasi banyak karya seni.
Galatea
Meskipun kisah ini dikenal luas sebagai mitos Pygmalion dan Galatea, namun tidak demikian halnya di zaman kuno.
Menurut Antonis Chaliakopoulos, seluruh penulis kuno mengabaikan nama Galatea. Mitos tersebut hanya dikenal sebagai kisah Pygmalion dan Gambar.
Menurut beberapa versi alternatif, patung itu adalah gambar Venus dan Pygmalion adalah, seorang raja Siprus.
“Penyebutan nama Galatea pertama kali muncul dalam karya dramatis Jean-Jacques Rousseau, Pygmalion, pada tahun 1770,” jelas Antonis, arkeolog asal Yunani, yang memiliki ketertarikan terhadap warisan budaya dan sejarah kuno.
Tidak diketahui apakah Rousseau memberikan nama Galatea untuk patung tersebut atau ia hanya menjadi orang pertama yang mencatatnya. Namun demikian, sejak saat itu, nama tersebut menjadi populer.
Tapi mengapa nama Galatea secara khusus? Antonis menjelaskan, menurut sebuah pandangan, “penjelasannya bisa jadi karena nama itu terdengar kuno bagi telinga khalayak Eropa abad ke-18.”
Kisah Pygmalion dan Galatea
Versi paling lengkap dari cerita ini ditemukan dalam Metamorphoses karya Ovid. Cerita ini dimulai dengan mitos lain, yaitu tentang Propoitides.
Propoitides adalah sekelompok wanita yang tinggal di Siprus, yang dikenal sebagai pelacur. Mereka menyangkal bahwa Venus–nama lain dari Aphrodite dalam bahasa Romawi–adalah dewi mereka.