Karena marah, Aphrodite menghukum para wanita ini. Seperti apa yang dikisahkan Ovid, Propoitides berubah menjadi batu yang keras dan tak bernyawa. “Kisah Propoitides dalam Ovid berfungsi sebagai pendahuluan untuk mitos Pygmalion,” jelas Antonis.
Pygmalion adalah seorang pemahat yang juga tinggal di Siprus. Setelah melihat cara hidup tak bermoral para Propoitides, ia terkejut. Karena merasa jijik, iia memutuskan untuk mencari kehidupan yang terisolasi jauh dari wanita.
Karena Pygmalion adalah seorang pemahat, ia memutuskan untuk menciptakan patung yang sangat sempurna.
Ia mungkin telah memutuskan untuk menjauh dari wanita, tetapi tidak ada yang bisa menghentikannya untuk menciptakan wanita ideal dengan menggunakan pahatnya.
Wanita ideal Pygmalion terbuat dari gading seputih salju. Proporsinya sempurna, tidak ada wanita dalam kehidupan nyata yang bisa mendekati keindahan ciptaan Pygmalion: ialah Galatea.
Saking memukaunya, banyak orang salah mengira bahwa patung itu adalah wanita sungguhan. Semua ini karena keahlian memahat Pygmalion.
Galatea tidak hanya cantik tapi juga sempurna. Tidak seperti para Propoitides, ia tidak dapat mengambil bagian dalam kegiatan asusila. Dengan cepat Pygmalion menjadi terobsesi dengan ciptaannya.
Pygmalion sedang jatuh cinta. Tentu saja, Galatea adalah benda mati, tetapi hal ini tidak menghentikan Pygmalion untuk mencintai Galatea dan memperlakukan seperti istrinya.
Mulai kalap, Pygmalion mulai membelai dan menciuminya. Ia pun merasa bila ciumanya itu di balas oleh galatea. Lebih jauh lagi, ia mulai membawakan patung itu hadiah-hadiah bernilai tinggi, seperti melakukannya pada wanita sungguhan.
Ia juga mendandani Galatea dengan pakaian dan perhiasan, meskipun menurut Ovid, Galatea terlihat lebih cantik saat telanjang. Akhirnya, Pygmalion meletakkan ciptaannya di atas tempat tidur dengan bantal dan seprai mahal.
Suatu hari, dalam festival Venus, Pygmalion memberikan persembahan kepada sang dewi dan sambil berdiri di atas altar, ia berbisik: