Pasang Surut Tato di Kekaisaran Jepang, dari Era Shogun hingga Modern

By Sysilia Tanhati, Kamis, 20 Juli 2023 | 12:00 WIB
Di masa lalu, tato digunakan sebagai ritus peralihan di suku Ainu di Kekaisaran Jepang. Seiring dengan berjalannya waktu, praktik tato sempat dianggap ilegal. (Baron Raimund von Stillfried)

Nationalgeographic.co.id—Tato adalah salah satu bentuk modifikasi tubuh tertua dan paling luas di dunia. Seperti praktik sunat, pengikatan kaki, dan pemanjangan leher, asal-usulnya tidak jelas. Di Kekaisaran Jepang, tato yang dikenal dengan sebutan irezumi diperkirakan berasal dari zaman prasejarah.

Fakta ini didukung oleh penemuan dekorasi torehan pada patung dogu dan haniwa yang digali dari situs paleolitik dan neolitik di Jepang. Dari zaman prasejarah, praktik tato terus dilakukan hingga zaman modern di Kekaisaran Jepang.

Hajichi, tato yang berfungsi sebagai ritus peralihan seorang wanita

Wanita dari Kepulauan Amami hingga Ryukyu mengenakan hajichi. Hajichi adalah sejenis tato yang dilukiskan pada tangan. Catatan paling awal dari praktik ini berasal dari abad ke-16, tetapi kebiasaan ini mungkin sudah ada sebelum itu.

Tampaknya dikaitkan dengan ritus peralihan; tato di tangan menunjukkan status pernikahan seorang wanita. “Dan penyelesaian proses pembuatan tato dirayakan sebagai acara yang menguntungkan,” tulis Yamamoto Yoshimi di laman Nippon.com. Bentuk tato yang tepat dan area tubuh yang ditutupi bervariasi dari pulau ke pulau. Di beberapa tempat diyakini bahwa seorang wanita tanpa hachiji yang tepat akan menderita di akhirat.

Di antara orang Ainu di utara, wanita biasanya memiliki tato di sekitar bibir dan tangan mereka. Tampaknya, tato adalah praktik yang umum di Kekaisaran Jepang di suatu masa. Catatan paling awal tentang asal-usul mitos Jepang menyebutkan tato sebagai kebiasaan atau hukuman yang dilakukan di daerah terpencil.

Namun, saat ini kebiasaan itu seakan sedang sekarat. Tato berangsur-angsur tidak lagi disukai di daratan Jepang. Dan pada awal abad ke-17, tato menghilang seluruhnya dari catatan tulisan dan gambar kontemporer.

Praktik tato di era Edo

Setelah pergolakan dan konflik periode Negara Berperang, Kekaisaran Jepang akhirnya mencapai stabilitas sosial di bawah Keshogunan Tokugawa. Pada era inilah, yang dikenal sebagai periode Edo (1603–1868), tato mengalami kebangkitan besar di Kekaisaran Jepang.

Referensi paling awal tentang modifikasi tubuh di era ini berkaitan dengan pelacur dan klien favorit mereka. Konon, mereka mengikrarkan cinta abadi dengan membuat tato nama kekasih. “Dalam beberapa kasus, bahkan ada yang memotong jari kelingking,” tambah Yoshimi.

Tanda kesetiaan abadi seperti itu kemudian dianut oleh gerombolan penjudi dan mafia yang muncul selama abad ke-18.

Praktik tato juga muncul di kalangan pria yang terlibat dalam perdagangan tertentu. Seperti hikyaku (kurir ekspres) dan tobi (pendaki). Agar dapat bergerak dengan mudah, para pedagang perkotaan ini melepas pakaian luar mereka. Bahkan ada yang hanya menggunakan cawat saja. Di sinilah tato dimanfaatkan. Bagi mereka, menato adalah cara alternatif untuk menyembunyikan dan memperindah kulit telanjang mereka.