Pasang Surut Tato di Kekaisaran Jepang, dari Era Shogun hingga Modern

By Sysilia Tanhati, Kamis, 20 Juli 2023 | 12:00 WIB
Di masa lalu, tato digunakan sebagai ritus peralihan di suku Ainu di Kekaisaran Jepang. Seiring dengan berjalannya waktu, praktik tato sempat dianggap ilegal. (Baron Raimund von Stillfried)

Tato naga disukai sebagai semacam jimat, mungkin karena naga secara tradisional dipercaya membawa hujan.

Tato kemudian berevolusi dari karakter dan simbol sederhana menjadi gambar yang lebih besar dan rumit. Seniman tato profesional (horishi) harus meningkatkan keterampilannya.

Sebagian besar berkat pengaruh ukiyo-e dan kabuki, tren tato makin berkembang. Saat itu, tato besar dan rumit di sekujur tubuh pun disukai di abad ke-19. (Utagawa Kuniyoshi)

Pada paruh pertama abad ke-19, seniman ukiyo-e Utagawa Kuniyoshi melukis pahlawan dari novel klasik Tiongkok. Ia menambahkan tato di sekujur tubuh sang pahlawan itu. Artis lain, seperti Utagawa Kunisada, memanfaatkan tren tersebut. Ia membuat lukisan aktor kabuki populer yang menampilkan tato.

Pada tahun 1860-an, aktor kabuki terkemuka muncul dalam kimono yang dilukis dengan pola seperti tato saat mereka membintangi drama. Sebagian besar berkat pengaruh ukiyo-e dan kabuki, tren tato makin berkembang. Saat itu, tato besar dan rumit di sekujur tubuh pun disukai di abad ke-19.

Lalu apakah samurai juga memiliki tato di tubuhnya?

Perlu dicatat bahwa samurai tidak pernah melakukan praktik tato. Alasannya karena samurai terikat oleh aturan Konfusianisme yang tidak menyebabkan cedera pada tubuh sendiri.

Selain itu, banyak orang awam yang menganggap praktik tersebut tidak menyenangkan atau tidak pantas. Pasalnya, penjahat kadang-kadang dihukum dengan membuat tato di lengan atau dahi mereka (praktik yang dimulai pada 1720).

Keshogunan Tokugawa secara berkala mengeluarkan dekrit yang membatasi pembuatan tato, tetapi tidak banyak berpengaruh. Ledakan tren tato memuncak pada paruh kedua abad ke-19.

Praktik tato dilarang di Era Meiji

Restorasi Meiji di tahun 1868 membawa begitu banyak perubahan. Salah satunya adalah Kekaisaran Jepang membuka pintu bagi dunia. Pejabat asing, pelancong, dan pelaut pun berbondong-bondong mengunjungi Jepang.

Pelancong itu pun berbagi pengalaman mereka. Mereka umumnya menyoroti aspek-aspek masyarakat Jepang yang dianggap eksotis atau mengejutkan oleh orang Barat pada era Victoria. Seperti pemandian umum campuran atau pemandangan pria berjalan-jalan di kota hampir telanjang dengan tato seluruh tubuh.