Pasang Surut Tato di Kekaisaran Jepang, dari Era Shogun hingga Modern

By Sysilia Tanhati, Kamis, 20 Juli 2023 | 12:00 WIB
Di masa lalu, tato digunakan sebagai ritus peralihan di suku Ainu di Kekaisaran Jepang. Seiring dengan berjalannya waktu, praktik tato sempat dianggap ilegal. (Baron Raimund von Stillfried)

Takut memicu persepsi tentang Jepang sebagai kekaisaran yang terbelakang, pemerintah Meiji melarang praktik tato dekoratif pada 1872. (Kusakabe Kimbei)

Takut memicu persepsi tentang Jepang sebagai kekaisaran yang terbelakang, pemerintah Meiji melarang praktik tato dekoratif pada 1872. Undang-undang tersebut tidak mengakhiri praktik tato di antara sektor-sektor masyarakat yang mengakar kuat. Namun larangan itu dikombinasikan dengan norma yang menentang kebiasaan telanjang di tempat umum. Akhirnya, irezumi atau tato pun mulai disembunyikan.

Pada awal abad ke-20, tato Jepang benar-benar hilang di bawah lapisan pakaian. Ironisnya, kondisi ini membuat irezumi seakan menjadi sesuatu yang mistik, indah namun tersembunyi dari pandangan.

Lalu bagaimana dampak larangan tato ini bagi orang Ainu dan Ryuku? Para wanita diwajibkan untuk meninggalkan adat yang merupakan bagian dari warisan budaya mereka. Untuk sementara, beberapa terus mendapatkan tato secara rahasia.

Ironisnya, pihak berwenang menangkap orang karena mengikuti kebiasaan “biadab dan terbelakang” ini. Bila tertangkap, tato dihilangkan melalui pembedahan atau dengan asam klorida. Saat ini, praktik dan jejak terakhir dari tato telah hilang dari kedua budaya tersebut.

Terlepas dari intoleransi pemerintah Meiji terhadap irezumi, horishi atau ahli tato Jepang terkenal secara internasional karena keahlian mereka. Orang asing yang mengunjungi Jepang membuat tato eksotis sebagai suvenir.

Surat kabar Amerika dan Inggris menggelitik keingintahuan publik dengan kisah para pelaut dan pelancong. Mereka menceritakan pengalaman membuat tato di Jepang di masa itu. Ini membuat para seniman tato pun melebarkan sayap hingga ke luar negeri.

Karena menato adalah ilegal di Jepang, horishi dipaksa membuka toko sebagai pelukis atau pembuat lentera. Lalu mereka membuat tato di ruang belakang, jauh dari pengawasan polisi. Namun karena kebebasan berkarya dikekang, para seniman pun beremigrasi. Mereka pindah ke tempat-tempat seperti Hong Kong, Singapura, Filipina, Thailand, India, Inggris, dan Amerika Serikat.

Namun tidak seperti di Jepang, sebagian besar pelanggan di luar negeri lebih menyukai jenis tato kecil dan sederhana. “Bagi para horishi, pekerjaan ini sedikit membosankan dan mungkin kurang menantang,” jelas Yoshimi.

Keluar dari bayangan

Larangan terhadap tato benar-benar dicabut pada tahun 1948 di bawah pendudukan Amerika Serikat setelah Perang Dunia II. Dengan pangkalan militer AS bermunculan di sekitar Jepang, pembuat tato Jepang mulai melayani prajurit Amerika. Seniman tato terutama bekerja di sekitar pangkalan angkatan laut di Yokosuka.

Meskipun permintaan sangat besar untuk desain barat, para seniman tato Yokosuka menjalankan bisnis yang berkembang pesat. Hal ini terutama berlangsung selama perang Korea dan Vietnam.

Namun, baru pada tahun 1970-an horishi Jepang benar-benar mulai muncul dari bayang-bayang. Saat itu, buku dan pameran dibuat khusus untuk memamerkan seni mereka.

Pada 1980-an, tato mulai populer di kalangan band rock Amerika dan Inggris. Pengaruh mereka menyebabkan lonjakan minat di kalangan pemuda Jepang. Seiring popularitas tato menyebar, anak muda Jepang menemukan kembali daya tarik irezumi tradisional Jepang.

Di masa lalu, tato digunakan sebagai ritual. Lalu di Jepang modern, tato menjadi pernyataan mode di berbagai kalangan.