Perubahan Iklim: Lereng Pasifik Peru, Dahulu Gersang Kini Menghijau

By Ricky Jenihansen, Senin, 24 Juli 2023 | 15:09 WIB
Perubahan iklim telah menyebabkan penghijauan lereng Pasifik Peru yang dulu gersang. (Hugo Lepage, Cavendish Laboratory)

Nationalgeographic.co.id—Para peneliti dari University of Cambridge mengungkapkan bahwa perubahan iklim telah mengubah lereng Pasifik Peru. Wilayah tersebut dikenal dengan lingkungan yang gersang dan semi kering yang unik dan halus, tapi sekarang menghinjau.

Tim peneliti yang berbasis di Laboratorium Cavendish di Cambridge menganalisis data satelit selama 20 tahun terakhir. Mereka memeriksa bagaimana vegetasi telah berubah di sepanjang pantai Pasifik Peru dan Chile utara karena perubahan iklim.

Analisis mengungkapkan bahwa daerah tertentu mengalami pertumbuhan vegetasi yang positif, yang dikenal sebagai penghijauan. Sementara yang lain menunjukkan tren negatif, yang disebut pencoklatan.

Hasil tersebut telah diperkirakan sesuai dengan laju perubahan iklim. Tidak hanya itu, perubahan vegetasi juga dipengaruhi oleh hal-hal seperti pertanian dan pembangunan perkotaan atau perubahan praktik penggunaan lahan.

Namun yang lebih menarik, penelitian ini mengungkapkan bahwa sebagian besar Lereng Barat Andes telah mengalami penghijauan yang signifikan dalam 20 tahun terakhir.

Hasil penelitian ini telah diterbitkan dalam MDPI Remote Sensing. Jurnal ini dipublikasikan dengan judul "Greening and Browning Trends on the Pacific Slope of Peru and Northern Chile" dan merupakan jurnal akses terbuka.

Bagian yang membentang dari Peru Utara ke Chili Utara, membentang sepanjang sekitar 2000 km. Para peneliti telah melihat vegetasinya tumbuh secara signifikan dari waktu ke waktu.

Tren penghijauan lereng pasifik Peru ini bervariasi dengan ketinggian, dengan jenis vegetasi yang berbeda pada ketinggian yang berbeda.

Tim peneliti terdiri dari ahli matematika, ahli geografi, ahli biologi, dan ilmuwan bumi. Mereka menggunakan citra satelit dari tahun 2000 hingga 2020 untuk mengamati perubahan vegetasi di kawasan ini dari waktu ke waktu.

Perusakan alam mengancam memperburuk perubahan iklim. (shutterstock/mykhailo pavlenko)

Mereka memplot 450 titik data dan mengembangkan model matematis untuk menghilangkan variasi artifisial (seperti hari berawan) dan musiman, serta menggunakan analisis statistik untuk memastikan bahwa mereka hanya menganalisis area dengan tren yang signifikan.

“Butuh waktu tiga tahun untuk menyortir metodologi dan model statistik,” kata Hugo Lepage, ahli matematika di laboratorium Cavendish dan penulis pertama studi tersebut.