Yang terpenting, kumpulan data mempertimbangkan bagaimana dan di mana makanan diproduksi. Sebagai contoh, wortel yang ditanam di rumah kaca di Spanyol akan memiliki dampak yang berbeda dari yang ditanam di ladang di Inggris.
Ini didasarkan pada studi sebelumnya, yang cenderung berasumsi bahwa semua jenis roti atau semua steak atau semua lasagna memiliki dampak lingkungan yang sama. Seperti misalnya kemungkinan apakah dapat membantu mitigasi perubahan iklim.
Dengan memasukkan lebih banyak detail dan nuansa, para peneliti dapat menunjukkan dengan lebih pasti bahwa pola makan yang berbeda memiliki dampak lingkungan yang berbeda.
Para peneliti menemukan bahwa bahkan pola makan vegan yang paling tidak berkelanjutan masih lebih ramah lingkungan daripada pola makan pemakan daging yang paling berkelanjutan.
Dengan kata lain, penghitungan daerah asal dan metode produksi pangan tidak mengaburkan perbedaan dampak lingkungan antara kelompok diet.
Vegan vs karnivora
Tidak mengherankan, pola makan yang mengandung lebih banyak makanan hewani memiliki dampak lingkungan yang lebih tinggi.
Per unit makanan yang dikonsumsi, daging dan susu memiliki dampak lingkungan mulai dari tiga hingga 100 kali lipat dari makanan nabati.
Ini bisa berarti perbedaan besar antara dua ekstrem, vegan dan pemakan daging tinggi. Vegan dalam penelitian ini hanya memiliki 25% dampak pola makan dari pemakan daging tinggi dalam hal emisi gas rumah kaca, misalnya.
Itu karena daging menggunakan lebih banyak lahan, yang berarti lebih banyak penggundulan hutan dan lebih sedikit karbon yang tersimpan di pepohonan.
Daging menggunakan banyak pupuk (biasanya dihasilkan dari bahan bakar fosil) untuk memberi makan tanaman yang memberi makan hewan. Dan karena sapi dan hewan lain langsung mengeluarkan gas sendiri, hal itu juga memberi dampak lingkungan lebih.