Benarkah Pola Makan Vegan dapat Membantu Mitigasi Perubahan Iklim?

By Ricky Jenihansen, Selasa, 25 Juli 2023 | 19:00 WIB
Pola makan vegan diyakini lebih ramah lingkungan, dan dianggap dapat membantu mitigasi perubahan iklim. (Viva UK)

Nationalgeographic.co.idPola makan vegan telah lama diyakini lebih ramah lingkungan, dan belakangan juga dianggap dapat membantu mitigasi perubahan iklim. Di sisi lain, pola makan daging juga diyakini berdampak besar pada Bumi. Benarkah demikian?

Untuk memahami hal tersebut, para ahli menekankan bahwa kita harus tahu seberapa besar dampak makanan yang kita makan pada lingkungan.

Apakah benar pola makan kita berpengaruh pada lingkungan? Apakah dapat membantu mitigasi perubahan iklim? Apa bedanya mengikuti pola makan vegan dibandingkan dengan mengonsumsi daging tinggi, atau bahkan pola makan rendah daging?

Untuk menjawabnya, para ilmuwan mempelajari data pola makan 55.000 orang dan menghubungkan apa yang mereka makan atau minum dengan lima tindakan utama.

Lima tindakan utama itu adalah emisi gas rumah kaca, penggunaan lahan, penggunaan air, polusi air, dan hilangnya keanekaragaman hayati.

Hasil penelitian tersebut telah peneliti publikasikan di jurnal bergengsi Nature Food. Jurnal tersebut diterbitkan dengan judul "Vegans, vegetarians, fish-eaters and meat-eaters in the UK show discrepant environmental impacts" dan merupakan jurnal akses terbuka.

"Kami menemukan bahwa vegan hanya memiliki 30% dari dampak lingkungan diet dari pemakan daging tinggi," menurut hasil penelitian itu.

Penelitian itu dipimpin oleh Michael Clark, Peneliti Postdoctoral, Program Oxford Martin tentang Masa Depan Pangan. Sementara rekan peneliti Keren Papier, Ahli Epidemiologi Gizi Senior. Keduanya dari University of Oxford.

Data diet berasal dari studi besar tentang kanker dan nutrisi yang telah melacak orang yang sama (total sekitar 57.000 di seluruh Inggris) selama lebih dari dua dekade.

Mereka yang berpartisipasi dalam penelitian mereka melaporkan apa yang mereka makan dan minum selama 12 bulan.

Para peneliti kemudian mengklasifikasikannya ke dalam enam kelompok berbeda: vegan, vegetarian, pemakan ikan, dan pemakan daging rendah, sedang, dan tinggi berdasarkan kebiasaan diet mereka yang dilaporkan sendiri.

Para peneliti kemudian menghubungkan laporan pola makan mereka dengan kumpulan data yang berisi informasi tentang dampak lingkungan dari 57.000 makanan.

Yang terpenting, kumpulan data mempertimbangkan bagaimana dan di mana makanan diproduksi. Sebagai contoh, wortel yang ditanam di rumah kaca di Spanyol akan memiliki dampak yang berbeda dari yang ditanam di ladang di Inggris.

Ini didasarkan pada studi sebelumnya, yang cenderung berasumsi bahwa semua jenis roti atau semua steak atau semua lasagna memiliki dampak lingkungan yang sama. Seperti misalnya kemungkinan apakah dapat membantu mitigasi perubahan iklim.

Dengan memasukkan lebih banyak detail dan nuansa, para peneliti dapat menunjukkan dengan lebih pasti bahwa pola makan yang berbeda memiliki dampak lingkungan yang berbeda.

Para peneliti menemukan bahwa bahkan pola makan vegan yang paling tidak berkelanjutan masih lebih ramah lingkungan daripada pola makan pemakan daging yang paling berkelanjutan.

Dengan kata lain, penghitungan daerah asal dan metode produksi pangan tidak mengaburkan perbedaan dampak lingkungan antara kelompok diet.

Peningkatan emisi terbesar dalam rantai pasokan makanan global dipicu oleh konsumsi daging sapi dan produk susu. (Unsplash/Public Domain)

Vegan vs karnivora

Tidak mengherankan, pola makan yang mengandung lebih banyak makanan hewani memiliki dampak lingkungan yang lebih tinggi.

Per unit makanan yang dikonsumsi, daging dan susu memiliki dampak lingkungan mulai dari tiga hingga 100 kali lipat dari makanan nabati.

Ini bisa berarti perbedaan besar antara dua ekstrem, vegan dan pemakan daging tinggi. Vegan dalam penelitian ini hanya memiliki 25% dampak pola makan dari pemakan daging tinggi dalam hal emisi gas rumah kaca, misalnya.

Itu karena daging menggunakan lebih banyak lahan, yang berarti lebih banyak penggundulan hutan dan lebih sedikit karbon yang tersimpan di pepohonan.

Daging menggunakan banyak pupuk (biasanya dihasilkan dari bahan bakar fosil) untuk memberi makan tanaman yang memberi makan hewan. Dan karena sapi dan hewan lain langsung mengeluarkan gas sendiri, hal itu juga memberi dampak lingkungan lebih.

Bukan hanya emisi. Dibandingkan dengan pemakan daging yang tinggi, vegan juga hanya memiliki 25% dampak pola makan untuk penggunaan lahan. Kemudian 46% untuk penggunaan air, 27% untuk polusi air, dan 34% untuk keanekaragaman hayati.

Bahkan pola makan rendah daging hanya berdampak sekitar 70% terhadap sebagian besar ukuran lingkungan dari pola makan tinggi daging.

Ini penting, menurut para peneliti, Anda tidak perlu menjadi vegan sepenuhnya atau bahkan vegetarian untuk membuat perbedaan besar.

Dampak global dan mitigasi perubahan iklim

Temuan ini sangat penting karena sistem pangan diperkirakan bertanggung jawab atas sekitar 30% emisi gas rumah kaca global. Kemudian sekitar 70% penggunaan air tawar dunia, dan 78% polusi air tawar.

Sekitar tiga perempat lahan bebas es di dunia telah dipengaruhi oleh penggunaan manusia, terutama untuk pertanian dan perubahan penggunaan lahan. Seperti misalnya penggundulan hutan yang merupakan sumber utama hilangnya keanekaragaman hayati.

Di Inggris, konsumsi daging menurun selama satu dekade hingga 2018. Akan tetapi, untuk memenuhi target lingkungan, Strategi Pangan Nasional dan Komite Perubahan Iklim Inggris merekomendasikan pengurangan tambahan sebesar 30%-35%.

Pilihan yang kita buat tentang apa yang kita makan bersifat pribadi. Itu adalah kebiasaan yang sangat mendarah daging yang sulit diubah.

Akan tetapi, penelitian ini dan yang lainnya terus memperkuat bukti bahwa sistem pangan memiliki dampak lingkungan dan kesehatan global yang sangat besar. Dampak lingkungan itu dapat dikurangi sambil tetap mengonsumsi daging, namun dengan transisi menuju lebih banyak pola makan nabati .

Para peneliti berharap, penelitian mereka dapat mendorong pembuat kebijakan untuk mengambil tindakan. Kemudian orang-orang membuat pilihan yang lebih berkelanjutan sambil tetap makan sesuatu yang bergizi, terjangkau, dan enak.